Patriarki Sehari-hari~

Aku belom pernah nulis ya tentang kampung halaman suamiku, di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Itu jauuuuh banget. Dari Makassar masih harus naik bus 12 jam. Pertama kali ke sana waktu lebaran 2014, dua bulan setelah kami menikah. Seru sih, mengunjungi tempat baru, mengenal budaya baru. Aku suka alamnya, orang-orangnya, kulinernya. Tapi ada satu hal yang aku gak suka banget di sini: budaya patriarkinya.

Terasa banget tiap lebaran, saat kita saling silaturahmi ke rumah kerabat satu kampung. Dan suasana yang di setting hampir selalu sama: orang lelaki duduk di sofa, ruang tamu. Dengan sajian kue-kue di toples cantik, es sirup, ngobrol sambil merokok. Kaum perempuan bersama anak-anak kecil diarahkan ke ruang belakang alias dapur, duduk lesehan di atas karpet, dengan kue-kue yang tersaji di atas piring, air putih di gelas kemasan plastik, sambil sesekali dipanggil suami yang minta diambilin onoh-inih. Ambilin asbak lah. Bikinin kopi lah. Nyiapin makan. Kobokan. Kobokan meeennn... Oh wow. Ku ingin mengumpat-umpat rasanya. Hahahahaha.

Sekian rumah begitu semua, aku akhirnya minta pulang. Bukan karena gak suka ketemu kerabat, aku gak tahan terpapar pemandangan seperti itu. Pulang, aku ngomel-ngomel dulu. Hahahaha... Mencurahkan kemuakan kepada Abang. Yah suamiku sih paham lah ya. Dia bilang, memang kuat banget patriarki di sini. Lalu dia cerita hal-hal lain yang membantuku memahami betapa kuatnya dominasi lelaki dan bagaimana perempuan di rumah masih dianggap sebagai subordinat.

Karena aku pendatang, aku suka pura-pura polos aja nggak tau aturan. Duduk di sofa, di sebelah Abang, menyilangkan kaki dengan cantik dan nyemilin kue dari toples. Orang-orang laki berdatangan dan memandangku dengan kikuk, kubalas dengan tatapan "any problem?" Hahahahahaha...

Terus, setiap kali Abang ketemu temen-temennya yang lelaki, mereka pasti dong salaman sama Abang (sama aku engga), terus nanya kabar dan nanya-nanya tentang aku, kepada Abang, padahal aku ada di depan matanya! "Istrimu orang mana? Namanya siapa? Betah nggak di sini?" They don't even look me in the eye!

Kuulurkan tangan, kujabat tangannya, and I look him directly in the eye saying, "Saya Ken Andari, mas. Dari Tangerang. Mas ini, mas siapa?" Ketebak reaksinya? Dia kaget dan gak nyangka, kikuk banget menjawabku dengan kalimat pendek. Lalu lanjut ngobrol sama Abang, aku kadang sengaja duduk lama untuk tahu apa mereka akan menyapaku lagi. Ternyata tidak. Dilirik aja engga. Seolah ku ngga ada di situ. Ngek ngok... KZL.

Kukira aku tidak tumbuh di lingkungan seperti itu. Keluargaku sendiri memang nggak begitu. Tapi belakangan, aku mulai bergabung arisan RT, kumpul warga. Ya biasalah. Trus aku menemukan, oh ternyata di lingkungan rumahku (mungkin di rumahmu juga) masih terasa banget patriarkinya.

Kalau ada pertemuan warga, pasti dong ibu-ibu yang rempong nyiapin. Mulai dari belanja pagi-pagi, masak siang sampe sore, lalu nyiapin hidangan sampai jelang Pak RT buka salam, barulah ibu-ibu pulang ganti kostum dulu dari kostum dapur jadi kostum resmi dandan dikit sebelum duduk di forum.

Terus, biasanya kan tempat duduknya beda antara bapak-bapak dengan ibu-ibu. Anehnya, semua sajian didahulukan di tempat bapak-bapak. Lengkap di sana. Lebih lengkap daripada di area duduk ibu-ibu. Air putih, teh, kopi, es. Potongan kue dan buah dipilihin yang cakep-cakep. Bolu dan semangka yang bagian pinggir, yang patah-patah tuh, ditaro di area ibu-ibu. Terus, pas udah waktunya makan, ibu-ibu langsung berdiri, menuju panci sibuk ngambilin makanan buat bapak-bapak dan bolak-balik mengantarkannya ke hadapan mereka.

Whyyyyy...??? Kan ibu-ibu yang udah capek masak dari pagi, kenapa semua disajikan duluan di depan bapak-bapak? Trus kenapa gak biar bapak-bapak ambil aja sendiri prasmanan gitu? Kenapa harus repot-repot dicentongin dan dianter ke depan mereka? Et dah. Kan ibu-ibu udah motongin bolu dan semangka cakep-cakep, kenapa malah dikasih bagian yang jelek? Kenapa ada kue-kue yang gak ada di bagian perempuan? Kenapa cuma ada air mineral di gelas plastik di sini sementara di area bapak-bapak aernya warna-warni? Whyyyyy...???

Eh kebiasaan ini bisa berdampak serius loh. Di wilayah-wilayah yang budaya patriarkinya kuat sekali, banyak perempuan yang kurang gizi, karena mereka mendapat bagian makanan yang lebih sedikit dan kurang bernutrisi dibanding laki-laki. WHO juga banyak jurnal tentang ini. Beberapa yang ekstrim misalnya di India dan Nigeria, kaum perempuan banyak menderita malnutrisi, padahal mereka bekerja seharian, terutama yang sedang hamil atau menyusui. Mereka sering dapat sisa saja, karena bagian-bagian utamanya disajikan untuk kaum lelaki terlebih dahulu. Mereka pun disibukkan dengan berbagai tugas domestik dan mengurus suami, sehingga tak sempat mengurus diri sendiri atau bahkan sekadar makan dengan tenang.

Selain semangka patah-patah tadi, aku juga pernah loh, nyendok di sop yang bagian-bagian dagingnya udah abis, hanya tersisa ceker... sebab ya daging2 itu udah disajikan duluan buat kaum laki-laki yang juga dipersilakan ngambil duluan. Dengan dua potong ceker pun, ku masih harus nyuapin Ali... hiks... gimana gak kurang gizi seandainya tiap hari begitu...

Posisi perempuan dan laki-laki itu setara di hadapan Allah, kenapa kita merendahkan posisi perempuan di tengah masyarakat? Perempuan dan laki-laki harusnya setara, berhak duduk di tempat yang sama, makan makanan yang sama, berhak diajak bicara dan dipandang setara. Perempuan nggak wajib ngambilin makanan, minuman, apalagi asbak dan kobokan buat laki-laki. Ambil diri napa ih! I wish we can all shout like that kepada para laki-laki yang nyuruh-nyuruh kita.

Tapi yaa... sebenernya nggak papa juga sih kalau perempuan dengan senang hati memanjakan suaminya. Kadang suami rese juga kan, pake bilang "Tolong ambilin makan dong sayang, pengen makan nasi centongan bini," kan kita juga jadi nyengir. Tak jarang aku membiarkan suamiku makan nasi anget sepulang kerja, sementara aku makan nasi dingin, semata karena aku nggak tega aja dia pulang kerja makan nasi dingin. Aku pun tiap pagi senang hati nyiapin makan minum suamiku, jaket helm kaos kaki, dibales ciuman gitu kan ya lumayan. Hahaha.

Cuma kalo sampe di forum, di acara umum macem lebaran atau arisan gitu ya gak adil aja kalo porsi/bagian makanan antara perempuan dan laki-laki dibedakan.

Memang sedemikian dalam patriarki terinternalisasi pada budaya kita, diri kita, sehingga kita sering menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar, yah emang udah tempat kita di sini, emang udah bagian kita segini, emang udah tugas kita begini.

Tapi aku sih berharap kita segera berubah. Laki-laki mesti sadar diri dan memuliakan posisi perempuan, dan perempuan pun mesti sadar bahwa mereka punya hak yang sama dan mereka sama sekali bukan pelayan laki-laki.

Komentar

Baca juga...

Hijab, Jilbab, Kerudung, apapun namanya

Wied Harry Apriadji: Puasa itu Mengikuti Kesederhanaan Nabi

DNS Nawala, Pendekar Dunia Maya Indonesia

Teknik Penulisan Berita Langsung dan Berita Khas

Menyusui Pasca Operasi Payudara