Seusai Pa-Un
Fenomena Pa-Un (Pasar Unpad) merupakan acara istimewa yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat Jatinangor, mulai dari pedagang, mahasiswa, sampai tukang parkir dadakan. Bahkan banyak warga yang datang dari luar Jatinangor untuk mengunjungi Pa-Un. Pasar yang digelar setiap hari Minggu pagi ini tak pernah sepi pengunjung. Bisa dibilang, setiap akhir pekan antusiasme masyarakat terpusat ke Pa-Un. Namun, adakah yang peduli akan fenomena seusai Pa-Un?
Minggu (11/05) seperti biasanya, kehadiran Pa-Un selalu berhasil menyedot antusiasme masyarakat Jatinangor. Sejak pagi-pagi buta, mulai dari gerbang Unpad sampai depan Fakultas Kedokteran dipenuhi oleh para pedagang yang menjajakan dagangannya, mulai dari makanan, tanaman hias, sampai VCD dan software bajakan. Disana-sini terlihat orang asyik menenteng belanjaan, lari pagi, menikmati sarapan, dan sebagainya. Ada juga yang sekedar melihat-lihat, dan jalan-jalan santai menikmati hari Minggu bersama pasangan. Pa-Un kini sudah memiliki daya tariknya sendiri sebagai sebuah objek wisata.
Hingga pukul 11.00, matahari semakin terik. Pengunjung pun mulai sepi, dan beberapa pedagang mulai membereskan barang dagangannya yang sudah laris manis. Saat itulah, baru terlihat sampah berserakan dimana-mana. Sampah plastik berbagai bentuk dan ukuran, botol, sisa-sisa makanan, kulit buah, sampai puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh para pedagang maupun pengunjung di Pa-Un. Sungguh suatu pemandangan yang ’mengerikan’.
Ketika itulah sekelompok petugas kebersihan mulai bekerja keras membersihkan Pa-Un dengan sapu dan pengki mereka. Total jumlah mereka yaitu sebanyak sembilan orang. Dapatkah Anda membayangkan, saat matahari sedang berada di atas kepala, dengan debu dan panas menyengat, mereka yang hanya berjumlah sembilan orang harus membersihkan sampah yang tersebar di lokasi Pa-Un seluas itu? Tak heran, dengan pekerjaan yang sedemikian banyak dan jumlah mereka yang sedikit, pekerjaan membersihkan Pa-Un baru bisa selesai pukul enam sore.
Pak Tarya (60) adalah orang yang bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Ia yang mengkordinasikan pekerja lain, termasuk pembagian wilayah kerja, pembagian upah, dan pemeliharaan peralatan seperti sapu, pengki, dll. Menurutnya, sampah yang dihasilkan dari Pa-Un ini bisa sampai tiga mobil box (entah berapa karung). Lelaki yang masih tampak tegap dan enerjik ini menjelaskan bahwa pihak yang bertanggungjawab atas Pa-Un bukanlah Unpad, melainkan ada organisasi perkumpulan pedagang Pa-Un yang berwenang penuh atas keberadaan Pa-Un, sekaligus menggaji para petugas kebersihan seperti dirinya. Menurutnya, sejak dulu memang pihak Unpad tidak ikut campur tangan mengenai Pa-Un, meskipun pasar ini sendiri disebut ”Pasar Unpad”.
Penghasilan para petugas kebersihan ini didapat dari ”karcis” (mungkin maksudnya pungutan) yang dibayarkan pedagang kepada petugas dari pihak pengelola. Dulu, Pak Tarya sempat ditunjuk sebagai pihak pengelola kebersihan Pa-Un, selama hampir 15 tahun. Waktu itu, ia sebagai pengelola masih menyediakan makan siang untuk para petugas. Selain itu, peralatan seperti sapu dan pengki juga telah disediakan. Namun begitu Pak Tarya pensiun dan pengelolaan kebersihan diberikan kepada orang lain, semuanya berubah. Kini, para pekerja tersebut harus membeli makan siangnya sendiri. Selain itu, mereka juga harus membawa peralatan kebersihannya sendiri, sebab pihak pengelola tidak lagi menyediakannya. Dan tahukah Anda berapa upah yang diberikan pihak pengelola kepada mereka untuk pekerjaan seberat itu? Dua puluh lima ribu rupiah! Entah bisa dapat apa di zaman sekarang dengan uang ’sebesar’ itu. ”Seharusnya mah yang diperhatikan teh para pekerja. Ini mah orang ’atas’ yang nggak ngapa-ngapain, atau orang yang tinggal duduk aja gajinya gede. Sedangkan kita yang kerja sampai magrib cuma dibayar segitu,” keluhnya.
Menurut Pak Tarya, sampah-sampah yang telah terkumpul itu nantinya akan dipisah-pisah lagi, sampah kering dan sampah basah. Sampah kering seperti plastik dan botol, akan didaur ulang, sedangkan sampah basah seperti sisa makanan atau kulit buah akan diolah menjadi pupuk kompos. ”Tapi sekarang mah sudah makin banyak pemulung yang mungutin botol atau gelas plastik. Jadi kita nyapuin apa yang kelewat sama pemulung aja,” tambah lelaki murah senyum ini.
Selain membersihkan sampah sisa Pa-Un, tak jarang Pak Tarya dan kawan-kawannya juga turut membersihkan lapangan Pakuan, bahkan kampus seperti di Fakultas Kedokteran dan FISIP. ”Ya sebenernya mah itu bukan tugas kita, tapi sekalian aja lah. Abis tanggung, nggak enak juga ngeliatnya,” ujarnya. Menurut Pak Tarya, sebetulnya itu adalah tugas dari petugas kebersihan Unpad sehari-hari. Namun yang terpenting adalah, menurut Pak Tarya, kesadaran setiap orang untuk menjaga kebersihan. Begitupun halnya dengan masalah sampah Pa-Un yang tak pernah selesai. Pak Tarya sangat berharap, setiap pengunjung dan pedagang di Pa-Un untuk menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan. Karena jika semua orang membuang sampah pada tepatnya, itu akan sangat membantu pekerjaannya. Ia hanya perlu mengumpulkan sampah yang sudah terkumpul di tempat sampah dan tidak perlu menyapu sampah yang bertebaran sepanjang Pa-Un. Selain itu, ”Kalau bersih kan semuanya juga enak. Saya yang kerja enak, dan orang-orang juga kan enak ngeliatnya kalau semua bersih,” ujarnya sambil tersenyum.
Saat ini, Pak Tarya dan rekan-rekannya hanya bisa mengharapkan kesadaran dari para pedagang dan pengunjung Pa-Un dapat lebih menjaga kebersihan, dengan tidak membuang sampah sembarangan (perlu diingat bahwa banyak pengunjung Pa-Un adalah para mahasiswa Unpad yang kos di Jatinangor). Selain itu, ia juga berharap agar pihak Unpad mau menambah jumlah tempat sampah, guna mendukung kesadaran mahasiswa dalam membuang sampah pada tempatnya. ” Nggak perlu bagus-bagus, yang penting ada tempat untuk buang sampah. Soalnya saya teh sering melihat anak-anak (mahasiswa) habis makan permen misalnya, mereka tengok kanan-kiri tidak ada tempat sampah, adanya jauh, akhirnya sampahnya dibuang sembarangan deh. Ya seharusnya minimal setiap 15 meter lah ada tempat sampah,” ungkapnya. Selain itu, ia juga menyesalkan sikap Unpad yang tidak memperhatikan kondisi tempat sampah di lingkungan kampus. Banyak tempat sampah di Unpad yang sudah rusak, tapi belum juga diperbaiki. Ia lalu menunjuk tempat sampah di sampingnya yang dasarnya sudah ’bolong’. Bisa ditebak, banyak sekali sampah menumpuk di bawahnya. ”Sebetulnya ini menunjukkan bahwa mahasiswa sudah memiliki niat untuk buang sampah pada tempatnya, namun ternyata sampahnya malah ’molos’ ke bawah, karena tempat sampahnya rusak,” ujarnya.
Pak Tarya mengaku, ia sudah beberapa kali diwawancara mahasiswa untuk kepentingan tugas kuliah. Ia merasa senang bila ada yang mewawancarainya berkaitan dengan kebersihan di lingkungan Unpad. ”Berarti masih banyak juga mahasiswa yang peduli sama kebersihan lingkungannya,” Ia berharap, melalui mahasiswa, aspirasi dan unek-uneknya dapat tersampaikan. Apalagi, tambahnya, bila tulisan mengenai kebersihan Unpad dan sekitarnya tersebut dapat dipublikasikan dan menjadi inspirasi, membuka mata semua orang akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya.
”Iya, kami juga banyak berharap kepada mahasiswa supaya membantu menyadarkan banyak orang gitu, supaya mereka nggak membuang sampah sembarangan lagi, kan demi kenyamanan kita juga,” harapnya. Semoga harapan Pak Tarya dan rekan-rekannya sesama petugas kebersihan ini dapat kita realisasikan bersama-sama, guna membangun kesadaran masyarakat Jatinangor dalam menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Dan lagi, mahasiswa-lah sebagai kaum intelektual yang seharusnya bisa menjadi teladan.
Komentar
Posting Komentar