Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2009

Jangan Dekat-Dekat Bom, Ayah..

Cerpen oleh: Ken Andari “Ayah pergi dulu, ya. Dah Arif sayang, Ayah pasti cepat pulang! Jaga Bunda dan Arif ya Ris, jagoan Ayah,” ujarnya sambil mengacak rambutku. Aku hanya bisa terpaku memandangi punggung kekarnya yang kian menjauh. Ayah harus pergi lagi. Kali ini ke Mesir, perbatasan Rafah tepatnya. Di sanalah Ayah akan bertugas, mengabarkan situasi langsung dari Gaza untuk dunia. Ya, ayahku adalah seorang wartawan televisi. Ia tak pernah berhenti mencari berita, karena memang berita tak pernah habis. Namun karena ayahku memang wartawan senior, ia kerap diberikan tugas liputan yang berat-berat. Seringkali ke daerah konflik atau daerah bencana. Tahun 2004 lalu misalnya, ketika situasi di Aceh sedang panas-panasnya, Ayah dikirim ke sana. Aku dan Bunda sangat khawatir, tapi setiap malam Ayah menelepon dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Selama satu minggu, kami masih bisa bernafas lega karena Ayah tak pernah absen mengabari kami. Namun tiba-tiba pagi hari tanggal 26 Desember 2004 p

Cerpen: Jangan Terlalu Dekat Bom, Ayah!

“Ayah pergi dulu, ya. Dah Arif sayang, Ayah pasti cepat pulang! Jaga Bunda dan Arif ya Ris, jagoan Ayah,” ujarnya sambil mengacak rambutku. Aku hanya bisa terpaku memandangi punggung kekarnya yang kian menjauh. Ayah harus pergi lagi. Kali ini ke Mesir, perbatasan Rafah tepatnya. Di sanalah Ayah akan bertugas, mengabarkan situasi langsung dari Gaza untuk dunia. Ya, ayahku adalah seorang wartawan televisi. Ia tak pernah berhenti mencari berita, karena memang berita tak pernah habis. Namun karena ayahku memang wartawan senior, ia kerap diberikan tugas liputan yang berat-berat. Seringkali ke daerah konflik atau daerah bencana. Tahun 2004 lalu misalnya, ketika situasi di Aceh sedang panas-panasnya, Ayah dikirim ke sana. Aku dan Bunda sangat khawatir, tapi setiap malam Ayah menelepon dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun tiba-tiba pagi hari tanggal 26 Desember 2004 peristiwa itu terjadi. Tsunami besar menghantam Aceh, seluruh kota luluh lantak. Lebih dari seratus ribu orang meninggal

Jatinangor, Membangun untuk Siapa?

Jatinangor, sebuah kota kecil perbatasan Bandung-Sumedang, kini mulai tumbuh menjadi sebuah “kota baru”. Kota baru yang diperkenalkan sebagai kawasan pendidikan, dengan didirikannya empat perguruan tinggi di wilayah ini, yaitu Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN), Universitas Winaya Mukti, dan Universitas Padjadjaran. Dibangunnya keempat perguruan tinggi ini memaksa Jatinangor untuk melakukan perubahan besar-besaran. Dulu, Jatinangor masih berupa bentangan perkebunan karet yang hijau dengan kehidupan masyarakatnya yang masih sangat tradisional. Sekonyong-konyong datanglah IPDN, Unpad, dan Hotel Bandung Giri Gahana Golf yang dalam waktu singkat telah mengubah wajah Jatinangor. Ratusan hektar perkebunan karet itu kini digantikan lapangan golf serta bangunan-bangunan hotel, kampus, dan kos-kosan yang tinggi menjulang. Kesejukan udaranya berganti kepulan asap dan bisingnya suara kendaraan yang macet setiap hari. Para petani yang kehilangan tanahny

Susahnya Nyari Gentlemen di Damri

Setiap kali naik Damri, sebenarnya ada satu hal yang saya perhatikan kok semakin parah dari hari ke hari. Yaitu, menemukan sosok anak muda yang mau merelakan tempat duduknya untuk orang yang lebih tua. Suer deh. Semakin jarang aja. Tadi juga gitu, pas saya mesti ke Bandung jam 7 pagi. Yaa kamu tau ‘kan betapa padatnya Damri jam 7 pagi? Semua tempat duduk penuh. Pas di Cileunyi, ada sepasang aki-nini yang udah tuaaa banget (ya iyalah tua) sampe-sampe buat naek ke Damri aja susah payah. (Saya suka mikir kalau gitu teh anaknya pada kemana, ya?) Dengan Damri yang penuh tadi, otomatis mereka berdua nggak dapet tempat duduk. Dan nggak ada satu pun yang berdiri dan mempersilakan duduk. Padahal jelas banyak, malah hampir semua “dudukers” saat itu adalah mahasiswa (jelas masih muda-seenggaknya dibandingkan aki-nini itu), cowok apalagi, banyak. Nggak ada yang bangkit. Kalau kamu bertanya dimana saya, oioiiii...saya duduk di pojok belakang sodara-sodara! Sulit untuk maksa keluar dengan keadaan pe