Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

Menikmati Ombak di Pantai Batu Karas

Gambar
Pesona pantai selatan memang seolah tak ada habisnya. Mulai dari legenda Nyi Roro Kidul yang mengiringi keindahannya, hingga deburan ombak besar yang bergulung dari Samudera Hindia. Di Jawa Barat, salah satu yang paling dikenal adalah Pantai Pangandaran. Sebenarnya tak jauh dari Pangandaran, kurang lebih 24 kilometer jaraknya, ada pantai berpasir hitam lain yang tak kalah cantik, Pantai Batu Karas. Pantai ini menjadi favorit para peselancar, karena tidak terlalu ramai dan ombaknya tidak terlalu besar seperti di Pangandaran. surfing di Batu Karas Bagi para pemula, belajar berselancar di Batu Karas adalah pilihan yang tepat. Untuk belajar, tidak harus punya papan selancar dulu. Di tepi pantai banyak yang menyewakan papan selancar. Anak-anak muda setempat banyak yang mahir berselancar, jadi jangan malu untuk berbagi pengalaman. Walaupun namanya Batu Karas, bukan berarti pantai ini dipenuhi bebatuan keras atau karang di sepanjang pantai. Tepian pantainya yang berpa

Maskapai yang Aneh

Minggu, 29 April 2012 Hari ini kami akan menempuh perjalanan panjang. Ende-Kupang-Jakarta. Pertama, kami akan naik pesawat Trans N*sa menuju Kupang (jadwalnya pukul 11.00), dan dari Kupang langsung menyambung naik pesawat Garuda pukul 13.20 menuju Jakarta. Dari hotel, kami naik ojek ke Bandara Haji Hasan Aroeboesman. Tarifnya cukup Rp 5000. Kami tiba di bandara pukul 9, eh ternyata bandaranya masih tutup. Oh ya, ini kan hari Minggu, jadi semua orang masih di gereja. Di Ende mayoritas warganya memang beragama Katolik, maka tak heran jika Minggu pagi seperti ini jalanan terlihat sepi, digantikan dengan suara nyanyian merdu yang bergema dari seluruh gereja. Sambil menunggu pintu bandara dibuka, kami cari-cari sarapan dulu di sekitar bandara. Kami bungkus nasi kuning dan makan di ruang tunggu. Kami check in pukul 9.30, dan ini pertama kalinya aku naik pesawat tanpa nomor tempat duduk. Aih, jadi nanti duduknya bebas aja gitu ya? Baru tau deh. Sekitar 20 menit kemudian pesawa

Pantai Penggajawa, Sebuah Ironi

Gambar
Sabtu, 28 April 2012 Ende memang penuh warna. Setelah kemarin menyaksikan keajaiban danau tiga warna di Gunung Kelimutu, hari ini kami menyaksikan pesona lainnya di Pantai Penggajawa. Pantai berpasir hitam, itu biasa. Pantai pasir putih pun banyak. Kalau pantai dengan hamparan batu biru? Naaahh... itu cuma ada di sini, di Pantai Penggajawa.   Looks familiar? Ya, mungkin kamu sering melihat batu-batu seperti ini di toko bahan bangunan. Atau mungkin ia ada di akuarium atau halaman rumahmu? Di halaman rumahku juga ada bebatuan biru itu, sebagai dekorasi taman. Dulu kupikir, ya ampun orang rajin amat mengecat batu ini satu per satu! Eh ternyata, batu biru itu alami, dan semua berasal dari pantai ini. Melihat batu warna-warni begini, aku jadi ingat dulu waktu kecil aku percaya peri-peri kecil seperti Tinkerbell-lah yang bekerja mewarnai bunga-bunga, melukis sayap kupu-kupu dan badan ikan nemo, dan mengukir karang-karang yang cantik. Hehe... imajinasi masa kecil. Seka

Jejak Pancasila di Bawah Pohon Sukun

Gambar
Di Kota Ende, kami menginap di Hotel Dwiputra yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Ende. Seperti waktu di Kupang, kami memesan dua kamar. Masing-masing harganya Rp 150000 per malam. Itu sudah termasuk sarapan setiap pagi. Kamar yang kami tempati cukup nyaman, dengan pendingin ruangan dan jendela besar sehingga kami bisa menyaksikan pemandangan bukit-bukit hijau yang mengelilingi Kota Ende. Pantai Ria Ende yang merupakan tempat favorit masyarakat Kota Ende menghabiskan waktu senggang di sore hari, jaraknya hanya 200 meter dari hotel kami. Pantai ini menghadap ke Barat, jadi setiap sore pemandangan matahari terbenam menjadi momen yang tidak boleh terlewatkan. Kapal-kapal merapat di Pelabuhan Ende Where beach meets mountains Sunset di Pantai Ria Ende Di pinggir pantai, paling enak minum kelapa muda sambil makan ikan bakar. Kelapa muda di sini segar sekali, karena airnya dicampur dengan perasan lemon. Begitu juga dengan ikan bakar, yang disantap dengan sambal kh

Pesona Danau Tiga Warna

Gambar
“Kelimutu: Kebanggaan Indonesia, Kebanggaan Dunia” Demikianlah tulisan yang menyambut kami ketika memasuki pintu gerbang Taman Nasional Gunung Kelimutu. Setiap pengunjung dikenakan biaya Rp 2500 per orang, Rp 6000 untuk kendaraan. Biaya yang terbilang sangat murah untuk sebuah objek wisata yang sudah mendunia. Mobil masih harus berjalan menembus kabut sejauh 5 km lagi untuk sampai di pelataran parkir Gunung Kelimutu. Sesampainya kami di pelataran parkir, kami disambut ramah oleh Bapak Markus, penjaga keamanan sekaligus pemandu bagi pendaki Gunung Kelimutu. Dengan fasih, pria berusia 60-an itu memperkenalkan diri kepada kami. Kehadiran pemandu sangat penting di Kelimutu, mengingat banyaknya kera liar di wilayah ini. Sebelumnya, pendaki Kelimutu tidak diwajibkan didampingi pemandu. Namun karena banyaknya kasus serangan kera (ada yang digigit, dicolong tasnya, atau dicakar), sekarang semua pendaki harus didampingi pemandu, yang akan membawakan pisang dan tas, serta memimpin