Tolong Matikan Rokoknya


Hari ini aku menghadiri sebuah acara peringatan Hari Perempuan Sedunia yang juga dihadiri Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi. Dalam sambutannya, Ibu Naf mengungkapkan data-data tentang dampak rokok bagi perempuan yang membuat air mataku hampir jatuh.

Beliau bilang, saat ini masih 67% atau sekitar 70 juta laki-laki di Indonesia merokok, dan tak kurang dari 62 juta perempuan menjadi perokok pasif. Tidak hanya itu, ternyata 11,4 juta balita Indonesia juga menderita sakit pernafasan karena orang dekatnya merokok.

Orang dekat itu siapa sih? Ya pacar, suami, kakak, atau ayah mereka. “So called love” Bu Menteri menyebutnya. Yeah, so called love. Orang-orang yang (katanya) mencintai mereka, tetapi malah dengan egois dan teganya menghembuskan asap beracun setiap hari untuk mereka hirup.



Dulu aku termasuk orang yang nyantai dengan perokok. Dulu. Karena kupikir, merokok itu hak masing-masing orang. Dia yang beli, dia yang make, toh nanti kalau sakit atau melarat, dia juga yang rugi. Itu pikiran sempitku dulu. Tetapi semakin hari aku semakin sadar bahwa rokok ini benar-benar setan.

Aku jadi benci sama rokok saat aku tahu bahwa ada (dan mungkin banyak) kepala keluarga dari masyarakat menengah ke bawah yang lebih memilih beli rokok daripada beli buku untuk anaknya. Lebih baik anaknya nggak minum susu daripada dia nggak ngerokok. Dan semakin banyak aku mengetahui data-data dampak rokok, semakin aku benci sama benda itu. Ternyata efeknya tidak sempit, tetapi meluas ke kesehatan sampai pendidikan keluarga. Menurutku, di Indonesia rokok itu masih menjadi bagian dari lingkaran setan miskin-bodoh-miskin-bodoh. Rokok memiskinkan, mendatangkan penyakit, membodohi,  mengotori, dan membuat seseorang jadi egois.

Aku sangat bersyukur tidak tumbuh di lingkungan perokok. Mungkin ada satu-dua orang terdekatku yang merokok, tetapi mereka tidak merokok di depanku. Dan jangan coba-coba lagi karena aku tidak mau lagi menoleransi perokok.  

Ini dia realitas lain yang aku lihat. Banyaknya jumlah perokok pasif dari kaum perempuan agaknya disebabkan oleh ketidakberdayaan mereka menegur orang-orang terdekatnya yang merokok. Takut nanti marah. So what, bukankah seharusnya kita yang marah disemburin asap beracun?

Di era emansipasi wanita ini, inilah yang masih membuatku bertanya-tanya, ke manakah para perempuan hebat yang lantang berbicara itu saat dihadapkan dengan lelaki perokok? Taruhlah, ketika pacarmu merokok saat sedang bersamamu. Misalnya setiap habis makan, sambil ngobrol dia menghembuskan asap beracun ke depan wajahmu. Di saat yang bersamaan dia bilang, dia sayang kamu. How absurd is that.  

Lelaki sejati nggak akan merokok di depan orang yang ia cintai. Titik nggak pake tapi.

Begitu juga saat di ruang publik. Seringkali aku melihat laki-laki merokok dengan santainya di ruang tunggu, restoran, atau bahkan angkutan kota yang notabene ruang tertutup. Di sekitarnya banyak perempuan, bahkan para ibu dengan anaknya, tetapi tak ada satupun yang berani menegur. Mereka hanya bisa diam, menutup hidung dan memilih tetap menjadi perokok pasif.

Please, jangan diam! Jangan lagi berikan toleransi kepada perokok. Walaupun ia orang yang kau cintai. Karena rokok itu setan, sungguh akan membuat seseorang menjadi egois. Hanya memikirkan kenikmatannya sendiri tanpa memikirkan dampaknya buat orang di sekitar.

Kalau ada yang merokok di depanmu, bicaralah wahai para perempuan! Tegur dengan tegas, “Tolong matikan rokoknya.” Buat mereka merasa bersalah. Okelah kalau kita tidak bisa memusnahkan industri rokok, tetapi memang bukan dari sana seharusnya rokok itu dihentikan. Akan lebih efektif jika semakin banyak lelaki sejati yang dengan penuh kesadaran sendiri berhenti merokok. Dan lebih banyak perempuan yang berani bicara dan tegas menolak jadi perokok pasif.

“Tolong matikan rokoknya.” Cukup tiga kata itu saja, jangan pernah segan mengucapkannya.

Apalah arti emansipasi, kebebasan berbicara dan pembelaan hak-hak perempuan kalau perempuan itu saja tidak berani bicara membela haknya sendiri atas udara bersih?


Komentar

  1. padahal saya liat banyak juga lho perempuan merokok,
    ya, memang kesenangan individu yang dapat berakibat berbahaya bagi orang lain,
    sebaiknya jadi 4 kata: tolong matikan rokoknya, kampret..!
    biar yang ngerokok lebih tertegur, hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahhahaaha ekstrim mas! Iya betul, kmrn juga disebutkan data, pd tahun 1994 jumlah wanita yg jd perokok aktif adl 0,6% tetapi pd tahun 2011 jumlah itu menjadi 7,4%.

      Kalau begitu tentu semakin bnyk pula anak2 yg terpapar asap rokok dr ibunya :((

      Hapus
  2. wah, emang kampret perokok-perokok itu! hehe...
    aku bukan perokok, tetapi dipaksa menjadi perokok pasif.
    itu angka-angka yang fantastis ya Ken. anak-anak, perempuan (korban asap rokok)

    BalasHapus
  3. Dija juga gak suka sama perokok Tante..
    untung deh Ayah sudah berhenti merokok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalo gitu berarti ayahnya laki-laki sejati! ^^

      Hapus
  4. Wahh inspiratif bgt...izin share ya
    @gp3hmf (Gerakan pelindung perokok pasif )

    BalasHapus
  5. dari dulu ampe sekarang gw bukan perokok aktif, and you know that....

    tapi yah, knpa skrng malah banyak cwe yg ngerokok ya?
    trend? gaya hidup? atau pelarian? hufff, puwsing juga mikirnye

    *suhe

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca juga...

Gunung Kunci, Benteng Kokoh di Balik Bukit

Menyusui Pasca Operasi Payudara

Kaleidoskop Indonesia 2008

Bahasa "Alay" di Kalangan Remaja

Si Cantik Asli Sumedang