Jagalah Allah, Allah Akan Menjagamu

Sulungku telah menginjak usia 6 tahun. Semakin pandai berbicara, semakin luwes mengelak. Aku tak selalu bisa jadi bundadari saat menghadapinya. Sering capek hati, capek ngomel, tapi mudah-mudahan aku selalu ingat untuk memohon pertolongan pada Allah Sang Pemilik Kekuatan yang tidak pernah capek. 

Ya Allah lindungilah anak-anakku dari keburukan lisanku, dari keburukan tanganku, dari keburukan sifatku. Jagalah kesucian dan kebersihan hati mereka. 

Kuatkanlah aku untuk selalu sabar... Lembutkanlah hati mereka agar mudah menerima nasihat dan menerima ilmu... dan lembutkanlah hati dan lisanku untuk mereka...

Kedua doa itu tidak pernah absen, kadang sampai berkaca-kaca mataku saat curhat sama Yang Maha Membolak-balikkan Hati. Karena aku menyadari sepenuhnya, aku bukanlah bundadari yang sempurna, aku masih tidak sabar, aku masih sering marah, aku sering capek dan terlalu ngantuk untuk menjaga mereka. Terutama si sulung, Ali, yang telah mampu memanjat tembok pagar dan kabur walaupun digembok. 

Ceritanya, suatu hari aku memutuskan akan mulai menggembok pagarku mulai zuhur sampai waktu ashar. Karena kejadian Ali yang sering kebablasan main sementara aku ketiduran ngelonin adeknya. Bangun-bangun pintu dan pagar terbuka lebar, tanpa ku tahu ke mana dia pergi. Kadang bahkan belum makan siang. Tetapi mungkin kurang briefingnya, atau briefing doang tetapi kurang masukin dialog imannya, sehingga ketika aku terbangun, pagar masih tergembok tetapi Ali sudah tidak ada. Dia belum makan, padahal bangun pagi sekali dan tidak mau tidur siang. Rasanya aku marah sekali padanya waktu itu. Ingin kucari lalu kusuruh pulang saat itu juga sambil menjewer telinganya. 

Lalu, tak lama kudengar suara tangisnya yang kencang menjerit-jerit. Tangannya memegang kepala belakang. "Mama, Ali benjol... kejedot pohon..." Kuperiksa, ternyata bukan cuma benjol tapi juga berdarah lumayan. Aku menghela nafas berusaha banget menahan marah dan perkataan buruk semacam "kualat kan" walau rasanya udah di ujung lidah pengen ngomong begitu. Ya masa anak udah kejedot nangis masih diomelin. Aku beri minum, lalu mengambil ice gel (yang masih selalu kusediakan di kulkas saking seringnya 2 anak laki kejedot/terluka). Aku tenangkan dia sambil duduk, setelah nangisnya mereda, aku menyiapkan air hangat untuk mandi. Tujuanku satu: melihat dan membersihkan seluruh lukanya. 

Sambil kumandikan, ia bercerita. Ternyata dia lagi gelayutan di pohon lalu jatuh dan saat bangun lagi ia kejedot batang pohon. Kan ada-ada aja. Pohon gak ngapa-ngapain dijedotin. Tahan Ken... Tahan... Huum terus? Terus temennya lihat dia jatuh malah ngeledekin dan ngetawain bukannya nolongin. Kucuci kakinya dan ternyata ada luka lagi di lutut. "Oh, jadi nangis itu Ali sakit dan kesal?" KESAL BANGET! Serunya. Ternyata lukanya gak seberapa buat dia. Dia lebih banyak kesalnya. 

Habis mandi, dia minta makan. Ya, tentu saja lapar, jam 3 sore baru makan siang. 

Setelah itu, adiknya kukasih HP dulu biar diem. Aku perlu ngomong serius sama Ali. 

Ali tau kan tadi Mama gembok pagarnya? Menurut Ali kenapa Mama gembok pager?

Supaya Ali nggak keluar siang-siang.

Terus kenapa Ali tetap keluar? 

Abis temen-temen Ali manggil-manggil...

Ali tahu kenapa Mama larang Ali keluar siang-siang?

Dia mengangguk. Kami sudah pernah membicarakan ini sebelumnya. 

Sebelumnya, Mama nggak gembok pagar siang-siang karena Mama pikir Ali sudah paham maksud Mama. Tapi, beberapa kali Ali tetap keluar dan meninggalkan pintu dan pagar yang terbuka, Mama nggak tahu Ali di mana. Pulang-pulang ada, aja. Ya berantem, ya nangis, ya jatoh, kejedot. Jadi, Mama gembok aja pagarnya. Eh ternyata, Ali manjat tembok. 

Mama nggak bisa jaga Ali terus-terusan. Mama cuma punya dua mata, yang sering ngantuk kalau siang. Mama cuma punya dua tangan. Tapi Ali harus tahu, Allah tidak pernah ngantuk dan tidak pernah tidur. Allah Maha Melihat, Allah Maha Tahu. Walaupun Mama gak liat, Allah selalu lihat. Walaupun Mama gak tau, Allah selalu tahu. 

Walaupun pagar itu Mama gembok, seandainya Mama kasih kawat berduri bahkan setrum listrik supaya nggak bisa dilewati Ali, tetapi Mama tahu Ali sangat pintar dan bisa mencari cara untuk keluar dan melanggar permintaan Mama. Apalagi kalau Mama ketiduran dan nggak lihat Ali ngapain. 

Sebaliknya, walaupun pintu dan pagar nggak digembok, nggak ditutup sekalipun, Mama nggak lihat dan lagi tidur sekalipun, kalau Ali bisa Mama percaya dan Ali tahu bahwa Allah selalu melihat Ali, menjaga Ali, maka Ali nggak akan keluar tanpa seizin Mama. Kenapa?

Karena ada Allah lihat Ali, ucapnya pelan. 

Hatiku nyess... Ya Allah Nak... Semoga Allah jaga imanmu.

Seharusnya, perilaku Ali sama aja, baik Mama lihat atau tidak, Mama tahu atau tidak, ada Mama atau tidak. Kenapa coba?

Karena ada Allah yang lihat Ali terus, ucapnya lebih mantap.

Allah tidak pernah tidur seperti Mama, Allah tidak pernah capek seperti Mama. Ada masa Mama nggak bisa jaga Ali atau lagi nggak sama Ali tapi Ali harus tahu, Allah selalu jaga Ali, lihat Ali, di mana pun Ali berada. 

Kalau Allah jagain Ali kenapa Ali bisa kejedot?

... hmmm ... mungkin itu cara Allah ngingetin Ali untuk pulang, Ali belum makan, bangun pagi banget dan belum istirahat, ya kan? karena Allah jaga Ali makanya yang kejedot yaitu di bagian kepala yang masih dilindungi tengkorak, jadinya cuma berdarah sedikit (kebetulan kami emang lagi baca buku tentang rangka dan tengkorak manusia). Coba seandainya kena mata, kan bahaya. Yang jelas, main siang panas dalam keadaan kurang istirahat dan belum makan itu nggak baik. Lemes, lapar, gerah, mudah jatuh, mudah kesal, kan Mama udah jelasin ke Ali beberapa kali.

Tapi Ma, si XX (temennya) masa kalau nggak ada orang besar di sekitarnya, dia ngomongnya kasar banget loh. Kan Mama pernah bilang dia anaknya baik. Padahal kalau Mama pergi, dia ngomong kasar dan suka dorong-dorong Ali, pukul Ali.

Aku agak kaget mendengarnya, karena di depanku, si XX memang manis dan santun, cenderung pendiam. Menurut Ali, itu gimana?

Ya... Nggak boleh gitu. Kan kedengeran orang lain atau engga, Allah selalu dengar dan lihat dia.

Betul... Barokallahu Ali. Ada dua malaikat yang ada di kanan kiri mencatat setiap perbuatan kita. Allah melihat, malaikat mencatat. Nanti di hari akhir, kita akan diminta pertanggungjawaban. Ali bisa ngomong kasar di saat Mama gak dengar, Ali bisa download game yang nggak Mama izinkan, lalu diumpetin di folder yang jarang Mama buka, atau dikasih password, mainnya pas Mama tidur, itu bisa (aku membiasakan Ali izin dulu sebelum download game, dan aku tidak pernah memberinya izin download game FF, walau teman-temannya memainkan itu). Ali kan pintar. Tapi, apakah itu baik? Pencuri pun pintar. Gimana coba caranya, bisa mencuri sepeda dari garasi yang sempit, ada motor dan mobil, pagarnya digembok, ada satpam keliling setiap jam, tapi tetap gak ketahuan? Pintar nggak itu? 

Ali mengangguk mantap, pintar banget Ma. Belum lama kami memang kehilangan sepeda seperti itu.

Tapi, apakah itu baik?

Ali menggeleng keras. Enggak Ma.

Mama, Ayah, semua orang rumah tidur dan nggak dengar sepeda dicuri. Tapi, apakah Allah tidur? 

Ia menggeleng keras lagi. Enggak Ma, Allah nggak pernah tidur.

Aku menatap lurus ke matanya, memegang dadanya. Jagalah Allah, Allah akan selalu menjagamu.

Ali anak yang baik, Ali tau kan? Ada Mama atau tidak, dilihat orang atau tidak, Mama percaya Ali anak yang baik. Yang terakhir ini aku meniru perkataan kepala sekolah Totto-chan, Mr. Kobayashi, yang selalu berkata begitu kepada Totto-chan, yang sering dianggap nakal. Kami sudah selesai membacanya dan bab itu sangat berkesan. Ali bilang, Ali ingin juga dibilang seperti itu. Maka aku sering mengingatkan dia, bahwa dia adalah anak yang baik. 

***

Ada suatu kisah yang sering kami ulang-ulang. Ali suka kisah ini. 

Alkisah, ada seorang syaikh yang memiliki empat orang murid. Di antara keempat muridnya, ada satu yang lebih ia sayangi. Yang lain bertanya, wahai syaikh, mengapa engkau lebih menyayangi dia daripada kami? Padahal kami semua sama taatnya kepadamu.

Bukannya menjawab, syaikh malah memerintahkan keempat muridnya itu untuk mengambil sebilah pisau tajam dan seekor burung dara. "Sekarang, aku minta kalian sembelih burung dara itu di tempat yang tiada seorang pun melihat dan mengetahui perbuatan kalian."

Pergilah keempat murid itu berpencar. Ada yang naik ke gunung, menemukan gua gelap yang sepi, yang tidak ada seorang pun dan di sanalah ia menyembelih burung itu. Ada yang masuk ke dalam kamarnya sendiri, mengunci pintu, menutup tirai, dan menyembelih burung itu di bawah kasurnya. Hingga mereka semua akhirnya kembali dengan burung yang sudah disembelih. Kecuali satu orang, yakni murid istimewa tadi. Ia kembali dengan wajah bingung sambil mendekap burung yang masih hidup.

"Kenapa tidak kau sembelih burung itu, padahal aku sudah memberimu izin untuk melakukannya?"

"Maafkan aku, Syaikh. Aku sudah mencoba mencari tempat di mana aku bisa menyembelih burung itu tanpa ketahuan siapapun. Tapi, sejujurnya, aku tidak bisa menemukan tempat seperti itu, wahai Syaikh. Aku tidak bisa menemukan satu tempat pun di mana Allah tidak melihat dan mengetahui perbuatanku. Walau tidak ada orang yang melihatku, Allah selalu melihatku, wahai Syaikh. Maafkan aku Syaikh, aku tidak bisa melakukannya..."

Ketiga murid lainnya tertegun. Syaikh itu berkata, "Sekarang tentu kalian paham mengapa aku lebih menyayanginya. Ia adalah muridku yang paling bertakwa."

 ***

Iman adalah kunci dari pendidikan. Tak peduli sekencang apapun kita membentak, mengomel setiap hari sampai berbusa-busa, jika kita tidak pernah menanamkan nilai-nilai keimanan pada anak, maka semua ceramah dan omelan hanya akan masuk kuping kanan-keluar kuping kiri. Atau, anak menjadi bermuka dua dan cenderung manipulatif. Mereka baik di hadapan kita, tetapi ketika kita tak ada, keluarlah perilaku lainnya yang tidak kita sangka-sangka. 

Karena penglihatan, pengetahuan, penjagaan kita sebagai orangtua terbatas. Kita tidak selalu ada di sisi anak, kita tidak bisa selalu menjaga dan mengawasi mereka. Tetapi penglihatan, pengetahuan, penjagaan Allah tidak terbatas. Ingatkan anak, bahwa Allah selalu bersama mereka, bahkan ketika kita sudah tidak ada. Sebenarnya, mendidik anak berarti mempersiapkan mereka untuk berpisah dengan kita. Kelak mereka beranjak dewasa dan siap mentas, atau kelak kita wafat meninggalkan mereka, nilai-nilai keimanan semestinya tetap terjaga. 

Jagalah Allah di hatimu, Allah akan menjagamu sepanjang waktu, Ali. 

Komentar

Baca juga...

Benda-benda Kesayanganku...

Gunung Kunci, Benteng Kokoh di Balik Bukit

Teknik Penulisan Berita Langsung dan Berita Khas

Pentingnya EYD dalam Bahasa Jurnalistik

Jejak Pancasila di Bawah Pohon Sukun