Perempuan Sempurna

Jadi mahasiswi, itu biasa.
Menikah dan membina keluarga di usia muda, itu pun biasa.
Namun menikah di usia muda, lalu membina keluarga sambil tetap menjalankan tugas sebagai mahasiswi, wah itu baru luar biasa!

Adalah Hani Noor Ilahi dan Rachmi Nurhanifah, dua sahabatku di Jurnal, yang cerdas luar biasa. Sejak pertama mengenal mereka, aku yakin, mereka akan selalu jadi shining star, di manapun dan apapun yang mereka lakukan. Nggak cuma cerdas, sikap mereka juga selalu lebih tenang dan dewasa daripada aku.

Hani aktivis dakwah kampus, dia juga aktif di Badan Perwakilan Mahasiswa Unpad, suka orasi, jago memanah, orang tuanya aktif di kancah politik. Ami, she is a seeker, just like me. Dia akan baca semua buku, ikuti semua diskusi, dan dengarkan opini semua orang. Ami ngambil double degree, pendidikan bahasa Inggris di UPI (Gegerkalong) dan Jurnalistik Fikom Unpad (Jatinangor). Jauh ya boo...

Aku sama sekali nggak mengira bahwa kedua sahabatku yang lagi bersinar-sinarnya itu, kemudian memutuskan untuk menikah di usia muda. Hani menikah pada Agustus 2009, saat itu kami masih semester 5. Kemudian Ami menyusul di awal 2010. Jujur aja, aku memang termasuk cewek yang (dulu masih) berpikiran, ketika kamu menikah, kamu nggak akan sebebas dulu. Jadi aku kaget, khawatir, ngerasa kehilangan, saat mereka memutuskan menikah. Aku nggak mau kalau nanti setelah menikah apalagi punya anak, Hani dan Ami akan mengurangi porsi aktivitas mereka sebagai orang muda, sebagai mahasiswi. Aku nggak mau pendar mereka meredup.

Tapi kemudian, Hani yang terlebih dulu membuktikan bahwa aku salah. Selama hamil, Hani membuktikan ia nggak sedikitpun mengabaikan kuliahnya. Paling sekali-dua kali izin di kuliah pagi, karena morning sickness di trimester pertama. Semakin kehamilannya membesar, Hani makin rajin kuliah. Malah kami yang suka cemas kalau lihat Hani kuliah dari pagi sampe sore, naik tangga pelan-pelan ke lantai tiga.. waduh! Dan tentu saja, kami juga jadi saksi betapa aktifnya si jabang bayi. Pernah, Hani lagi presentasi di depan kelas, eh trus si bayi aktif banget sampe perutnya Hani ikut bergerak-gerak. Kontan kami satu kelas ketawa seneng, ternyata si bayi seneng diajak kuliah!

Kami kuliah di jurusan jurnalistik, maka tugas-tugas kuliah kami nggak jauh dari liputan dan wawancara. Hani nggak pernah melewatkan itu. Saat hamil 8 bulan, dia masih meliput demonstrasi Hari Buruh Dunia di depan Gedung Sate siang-siang bolong. Wara-wiri dengan kamera dan tripod plus perut besarnya, kami cuma bisa teriak-teriak cemas. Suatu hari kami harus liputan ke Jakarta, dan Hani pun sangat bersemangat menelusuri belantara Jakarta. Ya, naik bus! Kopaja! Kami selalu cemas, tapi Hani selalu bilang “Kalo aku kuat, bayiku juga jadi kuat.”

Juni 2010, Fathan Syamil Al-Kautsar lahir dengan normal. Kami, Jurnal 2007 menyambut bahagia kelahiran jagoan jurnal, keponakan pertama kami ini. Hani bener, dia ga pernah manja selama hamil, makanya pas melahirkan pun prosesnya mudah. Seminggu setelah melahirkan, Hani langsung ikut UAS! Ya ampun, bukannya minta tugas pengganti, dia malah dateng ke kampus! Han, han...

Punya anak, pun tidak menghalangi kuliahnya. Ia membawa Fathan ke kampus, lalu dititipkan ke penitipan anak di Fakultas Ilmu Keperawatan. Si Fathan jadi objek pengamatan para mahasiswi FIK, hahaha! Hani juga jadi sangat terlatih menulis dan mengetik pake satu tangan, karena tangan yang satunya sambil gendong atau pegangin Fathan.


Seringkali, tanpa diminta, kami dengan senang hati babysitting si Fathan. Atau bergantian ngejagain dia yang diboboin di kursi perpus sementara Bundanya ngetik skripsi. Sekarang Hani udah sampe Bab 3, jauh mendahului aku. Hebat kan? Dia punya semangat dan motivasi lebih untuk lekas menyelesaikan kuliah, tak lain demi suami dan Fathan-nya.





Pertengahan 2011, Ami dinyatakan positif hamil. Wah padahal kuliah lagi padat-padatnya tuh waktu itu. Trimester pertama dan kedua Ami lalui dengan penuh perjuangan, ia mengalami hiperemesis. Atau bisa dibilang, morning sickness-nya parah. Bahkan nggak cuma morning, tapi hampir sepanjang hari Ami muntah-muntah, nggak ada makanan yang bisa masuk. Dia harus melewati masa-masa sulit dengan tiga kali keluar-masuk rumah sakit. Sampai-sampai berat badannya turun drastis hingga 38 kg (tapi emang dia asalnya orangnya imut sih).

Namun syukurlah, setelah melewati bulan ketujuh, kandungannya semakin kuat. Ami pun bersemangat lagi menata kuliahnya yang sempat ketinggalan. Dia sekarang lebih memfokuskan untuk menyelesaikan studinya di UPI, karena yang di Unpad sudah tinggal job training dan skripsi saja. Sahabatku yang satu ini, meski bisa dibilang punya kesibukan dan tugas yang lebih daripada kami mahasiswa biasa (yang nggak ambil double degree), aku nggak sekalipun mendengar Ami mengeluh. Dia menjalani semuanya dengan santai. Begitupun saat tengah hamil. Ami tetap rajin ke kampus. Dia naik tangga ke kelasnya di lantai 5, sekalian olahraga. “Kemarin-kemarin kan Ami sakit, tiduran terus Ken. Makanya sekarang mumpung udah sehat Ami harus banyak bergerak biar bayinya juga kuat,” katanya. Suaminya, Mas Darta, yang juga masih berstatus sebagai mahasiswa STSI, mendukung penuh aktivitas Ami. Ia nggak pernah melarang dan membatasi, melainkan melindungi. Begitulah seharusnya suami membiarkan istrinya jadi diri sendiri.



Aku suka nemenin Ami di rumahnya. Beli es krim, beli bakso, ngemil coklat, jalan-jalan di sekitaran Jalan Aceh-Jalan Halmahera-GOR Saparua sampe ke Tobucil. Pokoknya hidup sama ibu hamil enak deh, ngemil melulu! Hehehe... Terakhir, berat Ami udah naik jadi 53 kg. Bok, berat gue aja 55 kg ya, dan gue tidak sedang hamil. Ami sedang menunggu mules minggu-minggu ini. Bayinya diprediksi akan lahir awal Desember, wow, betapa bahagianya dia! Makin hari terlihat makin segar dan bersemangat.



Tentu butuh perencanaan, manajemen waktu, tenaga, pikiran, dan mood yang lebih stabil untuk menjadi mahasiswi sekaligus (calon) ibu. Saat hamil, kamu akan mengalami banyak perubahan fisik yang tak jarang memicu permasalahan psikis. Tapi kamu nggak boleh egois, kamu harus pikirkan, bahwa saat ini kamu tidak hidup untuk dirimu sendiri, melainkan ada si utun (jabang bayi) yang hidupnya juga tergantung padamu. Ada kalanya kamu nggak nafsu makan, atau males makan karena takut tambah gendut, tapi kamu harus memikirkan si bayi. Ada kalanya kamu maleeeeesss banget bergerak dan berolahraga, pengennya tiduran terus, tapi kamu juga harus memikirkan dampaknya buat kandunganmu dan proses kelahiran kelak.

Itulah yang namanya seorang ibu. Aku teringat apa yang pernah dikatakan Hani waktu sedang mengandung Fathan, “Sebentar lagi aku jadi perempuan sempurna, Ken. Sudah jadi istri, sebentar lagi jadi ibu...”

Dalam hidup, tidak ada yang namanya pengorbanan. Yang ada hanyalah pilihan. Kalau kamu mengorbankan sesuatu demi suatu hal yang lain, berarti kamu menyesali apa yang kamu tinggalkan. Namun ketika kamu memilih sesuatu, berarti kamu bersiap menghadapi tantangan apapun yang akan ada di jalan yang kamu pilih itu.

Hani dan Ami, kedua sahabatku itu memilih untuk menikah, meski masih berstatus sebagai mahasiswi. Tentu bukan keputusan yang main-main, mengingat bahwa dengan menikah kamu bersiap menjadi istri sekaligus ibu. Dengan menjadi seorang istri, berarti kau harus melepaskan hidupmu dari ketergantungan kepada orang tua, dan mempercayakan hidupmu sepenuhnya kepada suami. Dan dengan menjadi seorang ibu, berarti kau harus punya waktu, tenaga, biaya, dan pikiran yang siap kau bagi demi buah hatimu. Itu jelas bukan suatu pengorbanan. Hanya sebuah pilihan, yang telah mereka yakini dapat membuat hidup mereka lebih baik.

Maka, perempuan sempurna buatku adalah, yang menjalani dengan baik kodrat mereka sebagai istri dan ibu, namun tetap bersemangat mengembangkan potensi dirinya sebagai seorang perempuan. Suatu saat nanti, kalau aku hamil dan berumah tangga, aku akan selalu ingat semangat yang dicontohkan kedua sahabatku, Hani dan Ami. Salutku untuk para (calon) ibu muda yang masih bersemangat kuliah dan beraktivitas!

***

Komentar

  1. Salut buat mahasiswi2 yg kuat seperti ini :) Nice post...

    BalasHapus
  2. iya, mereka hebat ya! itulah perempuan yang sesungguhnya, kuat tapi tidak melupakan kodratnya yang lembut. terima kasih nanang, salam kenal! jangan bosan-bosan mampir ya!

    BalasHapus
  3. kadang memang dalam posisi seperti mereka (sudah nikah) justru motivasi untuk mendapatkan yang lebih baik berlipat-lipat.... yaah... monggo kalo ada yang mau nyusul, kuliah & menikah berjalan beriringan

    BalasHapus
  4. hebat ken, sedikit menginspirasi gw hehehe...

    BalasHapus
  5. sungguh salut.. tolong sampaikan salam ku untuk teman2mu yang sungguh luar biasa!! :)

    BalasHapus
  6. kerren tetep bisa berprestasi, pasti bakal jadi cerita indah buat anak2 mereka :))

    BalasHapus
  7. menginspiransi banget ap lagi dengan kata dalam hidup tidak ada pengorbanan yg ad hanyalah pilihan,,,,,,,,,,,sip bgt moga saya jg bisa menajalani kehidupan yg saya pilih sekarang,,,,,,

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca juga...

Lelucon yang Tidak Lucu

Pantai Penggajawa, Sebuah Ironi

Melintas Garis Wallace

Boybands & Me