Menuju Kelimutu, Perjalanan Penuh Liku


Kamis, 26 April 2012

Mentari bahkan belum terbit saat kami sudah bersiap meninggalkan hotel. Kami punya penerbangan pukul 6.15 WITA, jadi memang harus check in 1 jam sebelum boarding. Hari ini, kami akan ke Endeeeee...! Yeaayy...!

Kami boarding sesuai jadwal. Omong-omong, ini pertama kalinya aku naik pesawat yang bukan GIA, hehe... Maap, mau norak sebentar ya, hehe... *ndeso


Cuma ada 3 maskapai yang melayani rute ke Ende: Merpati Nusantara, Trans Nusa, dan Wings Air ini. Pesawat ini akan terbang menuju Labuan Bajo, tapi singgah sebentar ke Ende. Kami akan turun di Ende. Ke Labuan Bajo-nya lain waktu saja, hehe...

Pesawat ini ketinggian jelajahnya hanya pada 13.000 kaki, jadi mudah-mudahan aku bisa melihat pemandangan pulau-pulau-pulau nan cantik. Eh tapi pas boarding tiba-tiba gerimis, mendung menutupi langit Kupang. Yaahh...gak keliatan lagi dong nanti?

Eits, jangan sedih dulu! Karena ternyata, setelah pesawat berada di atas awan, aku disajikan pemandangan yang sangat luar biasa! Keren! Sinar matahari terbit kalo ketemu sama rintik-rintik gerimis jadinya apa hayo? Yap, betul! Pelangi! Bukan cuma satu, tapi banyaaaaakkk sekali pelangi yang muncul di balik awan. Di sana ada, eh di sini ada lagi, di situ juga ada. Waaaaww... aku sampe mau nangis ngeliatnya. Bagus banget...

Perjalanan dari Kupang menuju Ende hanya ditempuh dalam waktu 30 menit. Begitu sudah mendekati Ende, cuaca jadi cerah. Aku pun bisa melihat lansekap Ende yang unik, di mana barisan bukit-bukit hijau bertemu dengan jernihnya laut nan biru. Ditambah dengan matahari pagi yang bersinar keemasan, membuat semuanya tampak semakin cantik. It’s a WOW.  

Ende tampak dari atas
Waktu baru menunjukkan pukul 7 WITA saat kami mendarat di Bandara Haji Hasan Aroeboesman, Ende. Udara sejuk dan suara deburan ombak langsung menyambut kami. Iya, jadi runway di bandara ini tuh letaknya persis di pinggir laut. Sekaligus di kaki bukit. Bukit kecil ini namanya Gunung Meja.


Selagi kami menunggu bagasi, Bapak langsung keluar cari-cari info sewa mobil. Hari ini rencananya kami langsung menuju Kampung Moni, desa di kaki Gunung Kelimutu untuk bermalam di sana. Esok pagi baru kami menuju kawah dan menantikan matahari terbit dari puncak Kelimutu. Rencananya sih begitu...

Banyak banget yang nawarin mobil sampai Moni. Tapi yang dapet rejeki pagi itu adalah Bang Yosi. Dialah driver yang akan mengantarkan kami sampai ke Kampung Moni, yang jaraknya kurang lebih 66 km dari Kota Ende. Harga yang disepakati adalah Rp 400.000 sampai Kampung Moni. Sebetulnya ada juga angkutan umum berupa bus yang melewati Moni. Tapi ongkosnya Rp 50.000 per orang. Kami lebih pilih diantar Bang Yosi aja.

Bang Yosi ini orangnya ramah sekali, dan banyak bicara. Jadi banyak informasi yang kami dapatkan. Trus kayaknya dia ni gaul banget, soalnya setiap ketemu orang di persimpangan, adaaa...aja yang dia kenal. Bahkan dia mengantarkan kami beli nasi kuning di Bibi penjual langganannya. Berkali-kali sopir angkutan umum, pengendara motor, petugas pom bensin, sampai ibu penjual sayuran di pasar pinggir jalan pun menyapa dia. Gaoul bangetz kan?

Dari Bang Yosi yang ramah inilah kami dapat banyak informasi. Kirain jarak dari Kampung Moni ke Kelimutu cuma 5 km, ternyata 18 km. Biasanya orang ke Kelimutu naik ojek. Trus Bang Yosi tanya, besok mau berangkat ke kawah jam berapa? Kami bilang, kira-kira jam 4 atau jam 5. Waduh, orang setengah mati bangun jam segitu Pak! Dingin! Mungkin ada ojek, tapi agak sulit mencari ojek dalam jumlah banyak sekaligus. Kami kan berempat. Belum lagi kalau ada pengunjung lain. Trus ibu bilang, “Ibu kirain deket... gataunya 18 km. Ngebayangin naik ojek 18 km ke atas gunung, pagi-pagi buta, dingin pula... duh gimana ya?” Iya sih, kasian juga ibu.

Ya sudah, bagaimana kalau kita ke Kelimutu-nya sekarang aja, bareng Bang Yosi? Besok pagi aku dan Niko naik lagi lihat sunrise. Berdua aja nggak papa kalo naik ojek mah. Oke, Bang Yosi pun setuju mengantar kami sampai ke Kelimutu. Soal biaya, nanti saja dibicarakan.

Awalnya kami menggunakan AC dan menutup jendela mobil. Tapi pemandangan di kanan-kiriku membuatku nggak tega kalau harus menutup jendela terus. Akhirnya aku bilang, “Bang, gimana kalo jendelanya dibuka dan kita pakai AC alami saja?” Bang Yosi menyambut dengan senang hati karena itu berarti dia juga bisa sambil merokok, hehe... Beberapa kali kami berhenti di pinggir jalan untuk menyaksikan tebing-tebing dan perbukitan yang indah. Tidak seperti di Jawa, bukit-bukit di sini tidak rimbun pepohonan, melainkan rumput dan semak-semak saja. Kayak bukitnya Teletubbies. Banyak kuda merumput di bukit-bukit pinggir jalan itu. Nggak tau deh ada yang punya apa enggak, habis mereka tidak diikat tuh.

Bukit-bukit itu kebanyakan adalah bukit kapur, jadi tidak subur. Tidak tumbuh pohon besar, yang ada malah tebing-tebing retak. Yang lebih menakjubkan adalah, di antara retakan-retakan tebing itu ada banyak air terjun kecil-kecil. Kebayang nggak? It’s so beautiful.

dari retakan tebing seperti itu mengalir air terjun kecil-kecil

Kondisi jalan dari Ende menuju Moni sebetulnya beraspal cukup bagus. Hanya saja, jalannya berkelok-kelok, di sebelah kiri jurang, di sebelah kanan tebing batu yang rawan longsor. Mirip-mirip Cadas Pangeran di Sumedang, lah. Yosi bilang, kalau hujan sering terjadi longsor di sini. Wah, serem juga... 


Eh nggak berapa lama, terbukti lah perkataan Bang Yosi itu. Di depan kami melintang sebuah batu berukuran kurang lebih 1 meter kubik yang menghalangi jalan. Orang bilang, batu itu belum lama jatuh dan menimpa pengendara sepeda motor yang berboncengan. Keduanya mengalami patah kaki (untung nggak menimpa kepala) dan baru saja dilarikan ke rumah sakit.

Bang Yosi, Bapak, dan Niko pun turun dari mobil. Di belakang kami sudah terjadi kemacetan pendek (ini bukan Jawa, jadi lalu lintas tidak padat). Ada mobil tentara juga. Semua pun turun dan berusaha menyingkirkan batu itu. Dibantu oleh warga, ada sekitar 14 orang laki-laki yang berusaha untuk:
1.       Mengangkat batu itu --> GAGAL
2.       Menggelindingkan --> GAGAL
3.       Mendorong --> GAGAL
4.       Menggeser --> GAGAL juga

“Ya ampun, nengok aja enggak dia!” seru Bapak. Batu itu tidak bergerak barang sesenti pun.

Itu dia batunya di tengah jalan. Gak terlalu besar kan? Tapiiii...

Kelihatannya sih nggak terlalu gede ya batunya, tapi ternyata itu batu isi. Ya Alloh, semoga yang tadi tertimpa kakinya nggak parah...

Kami menunggu sampai buldoser datang dan menyingkirkan batu itu ke pinggir jalan. Dan ternyata, batu besar itu tidak sendirian. Di pinggir jalan sudah banyak temen-temen senasibnya yang sudah jatuh terlebih dahulu. Bok, serem ye.

Setelah kejadian itu, kami jadi mikir. Awalnya kan kami berencana menginap di Moni sampai Sabtu malam, dan Minggu paginya baru ke Ende, karena kami akan terbang ke Kupang pada Minggu pagi pukul 11. Tapi setelah kejadian ini, kami jadi mikir. Nanti seandainya Minggu pagi itu kami baru berangkat dari Moni, terus ada kejadian longsoran batu lagi, dan kami ketinggalan pesawat gimana? Tidak ada hujan saja batu itu bisa longsor, gimana kalau hujan ya? Hufft... Apalagi sampai sekarang kami pun belum tahu akan naik angkutan umum apa dari Moni ke Ende.

Ohya, ngomong-ngomong soal angkutan umum, di sana angkutan umum yang dari Moni menuju Ende itu banyak yang berupa truk. Truk yang sudah diberikan penutup, dan bangku berjejer. Seperti bus saja, tapi ini truk. Kenapa ya harus bikin bus dari truk? “Karena orang-orang dari kampung sana tidak biasa naik bus, dia orang pasti mabuk. Jadi mereka lebih pilih naik truk seperti itu,” kata Bang Yosi. Oalaaah...

Truk yang diubah jadi angkutan umum
Perjalanan pun dilanjutkan, melewati jalanan yang berkelok-kelok dan terus menanjak. Rasa mual dan pusing mulai menyerang, apalagi udara semakin dingin. Setibanya di Desa Koanara, Kecamatan Bolowaru, Bang Yosi memberhentikan mobil di pinggir sebuah pasar kecil. Pasar itu menjual aneka sayur dan buah yang segar, baru dipetik dari kebun. Katanya, “Belanja saja dulu Ibu, nanti di Kelimutu juga banyak kera, belikan mereka pisang sedikit!” Atuhlah Bang, bukan kera doang yang mau pisang! Kami juga mau!

Pasar di Desa Koanara
Di situ ibu beli dua sisir pisang yang rasanya legit banget. Satu buat kera, satu buat kami, hehe... Terus beli mentimun segede pepaya. Aku nggak ketinggalan dong, aku beli buah favoritku, markisa! Kelihatannya sih masih ijo-ijo, baru dipetik dari pohon, kata si Mamak penjual. Batangnya juga terlihat masih ijo. Tapi ternyataaaa... sluuurpp! Manis banget! Sumpah! Airnya banyak! Seger banget deh pokoknya! Bu, sumpah ini mah mesti beli banyak! Akhirnya selama perjalanan ke Kelimutu aku dan Niko nggak berhenti menyeruput markisa yang segar itu. Daripada ngemil keripik bikin haus, atau ngemil beng-beng bikin eneg, mending ngemil markisa!

Jalanan terus menanjak dan kabut semakin tebal. Bahkan jarak pandang terkadang tak lebih dari 5 meter. Padahal kanan-kiri jurang. Banyak tikungan 180 derajat. Ini sih mesti yang udah biasa bawa mobil ke sini. Kita, terutama ibu, jadi makin mikir, “Gimana kalo naik ojek pagi-pagi buta ya?”

Di sebelah kiri jalan kami melihat deretan rumah-rumah penduduk yang bentuknya masih tradisional, dari kayu. Itulah Kampung Moni, desa terakhir sebelum puncak Kelimutu. (Tadinya) kami berencana nginep di situ. Tapi ya itu tadi, kami masih mikir. Hehe...

Anak-anak desa yang melihat mobil kami berteriak sambil melambaikan tangan dan memanggil kami, “Mister! Mister!”

“Itu karena saking seringnya orang bule yang datang ke Kelimutu. Orang Indonesia malah jarang sekali. Jadi anak-anak itu terbiasa panggil semua yang lewat dengan “Mister,” kata Bang Yosi. Duh, kok miris ya? Ini tanah kita, negeri kita, tapi mengapa orang bule yang lebih banyak menikmati? Mereka jauh-jauh datang ke sini, sementara orang Indonesia yang tidak perlu pakai paspor dan visa malah jarang yang ke sini? Malah pergi belanja ke Singapura, malah ke Thailand, malah jauh-jauh ke Amerika. Padahal, surga itu ada di sini. Keindahan Kelimutu sungguh tiada duanya. Tidak percaya?

Tunggu catatan berikutnya, aku akan tunjukkan kepada kalian foto-foto pemandangan Kelimutu yang elok tiada tara. 

***

Komentar

  1. wah asik bgt kayaknya, boleh minta info perjalanan (transportasi)ke ende bagaimana ya?pesawat apa n berapa? kok bs naik pesawat bukan GIA? butuh info amat sangat nih, makasi ya.

    BalasHapus
  2. Nggak ada penerbangan Garuda yang ke Ende, cuma ada WINGS, Merpati, dan Trans Nusa.

    Ini rinciannya – eh tapi tidak termasuk tiket PP Garuda Indonesia JKT-KOE dan KOE-JKT ya, krn kebetulan tiket Garuda itu free buatku, hehe, peace (^,^)v

    Kita mulai dari airport tax bandara Soekarno Hatta : Rp 40.000/org
    Sewa taxi dari Bandara El Tari Kupang: Rp 60.000
    Hotel Le Detadu Kupang: Rp 125.000/nett
    Ojek dari hotel ke bandara: Rp 15.000
    Ongkos angkutan umum Kupang: Rp 2.000/org

    Tiket Wings Air KOE-ENE: Rp 486.000/org
    Airport tax Bandara El Tari Kupang: Rp 20.000
    Sewa mobil Ende-Kelimutu: Rp 500.000
    Hotel Dwiputra Ende: Rp 150.000/nett
    Ongkos angkutan dalam kota Ende: Rp 2.000/org
    Ongkos angkutan Ende-Nangapanda: Rp 5.000/org

    Ojek dari hotel ke bandara: Rp 5000/org
    Tiket Trans Nusa ENE-KOE: Rp 980.000/org (ini harga hari Minggu. Wajar kan kalo gue marah-marah saat dia leyeh-leyeh makan?)
    Airport tax Bandara Hasan Aroeboesman Ende: Rp 10.000

    Flores Tourist Information, Jalan Bakti no. 1, depan Pantai Ria Ende.
    Kalau mau berwisata ke Ende, bisa hubungi Bang Yosi di 081339513882
    Bisa menginap di Al-Hidayah Guest House, Jalan Yos Sudarso, Ende (0381) 23707
    Atau di Hotel Mentari, Jalan Pahlawan No. 19, Ende (0381) 21802


    sebetulnya info ini sudah kutulis di tulisan berikutnya http://kenandari.blogspot.com/2012/05/maskapai-yang-aneh.html

    makanya baca sampai habis dulu ya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks ya infonya, hehehe sebelumnya maap aja nih, blom baca yg cerita selanjutnya, malah baru tau pas di kasi tau, hehehe.. anyway thanks ya infonya, sangat membantu.
      cheerz ^ ^

      Hapus
    2. Bang yosinya kok g bisa di hubungi yak... aduhh... ada PM nyayg lain kah ...pm ane : saruasama@gmail.com

      Hapus
  3. Terimakasih banyak,telah relah mengunjungi daerah kami.
    Yang berminat mengunjungi Danau Tiga Warna Kelimutu di Kabupaten Ende
    dan Komodo di Kabupaten Manggarai Barat(Labuhan Bajo)silahkan hubungingi kami
    di 082328098244,kami siap membantu saudara sesuai kebutuhan saudara.Seperti=
    Tour organize,penyewaan mobil dan penyewaan kapal laut.
    Sebelumnya kami ucapkan
    "Limpah Terimakasih"

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. kok ga bisa diklik kanan sih websitenya? :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca juga...

Pesona Danau Tiga Warna

Menyusui Pasca Operasi Payudara

INDONESIA: Places I Should See Before I Die (Part 1)

Tidak Jadi Apa-Apa

Big Bang was here...!