Aku Benci Spesiesku!

Sebuah kabar memilukan datang dari bumi Borneo. Baru-baru ini harian lokal di Kalimantan Timur gencar memberitakan tentang pembantaian orang utan. Primata yang (seharusnya) dilindungi itu dibantai oleh manusia-manusia tak beradab lantaran dianggap hama di perkebunan kelapa sawit. Ada foto-foto, bahkan videonya, yang nyaris membuatku menangis menyaksikan betapa hewan-hewan lucu itu terluka bersimbah darah, atau bahkan mati mengenaskan. Pembantaian itu diduga berlangsung sekitar tahun 2009-2010 di Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Entah kalau masih berlangsung hingga sekarang. Bukti berupa foto-foto dokumentasi pembantaian orangutan itu diperoleh melalui penyelidikan yang dimulai sejak akhir September 2011 lalu, seiring dengan mencuatnya pemberitaan di media massa. Aku mau nangis tiap kali melihatnya, jadi aku tidak akan memperlihatkannya kepada kalian di sini.

Mereka dibunuh karena dianggap hama. Hama! Perusak tanaman sawit katanya. Hei, manusia bodoh! Memangnya siapa yang terlebih dahulu merampas habitat mereka? Kalian! Kalian yang terlebih dahulu menggusur keberadaan mereka hanya demi memenuhi perut-perut buncit kalian!

Peneliti dari Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawaran Samarinda, Yaya Rayadin mengatakan, satu ekor orang utan dapat menghabiskan 30 hingga 50 tanaman sawit yang berumur di bawah satu tahun, sehingga satu ekor orang utan tersebut dapat menimbulkan kerugian Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta jika diasumsiskan harga sawit itu Rp 20 ribu per pohon (http://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan/11/10/04/lsjld8-peneliti-unmul-bersedia-jadi-saksi-pembantaian-orang-utan). Itulah sebabnya pengusaha kelapa sawit 'membasmi' mereka.

Berkurangnya populasi orang utan di alam liar dari tahun ke tahun, kebanyakan adalah akibat degradasi habitat. Ribuan hektar hutan lindung di Kalimantan makin menyusut tiap tahunnya, berganti dengan hamparan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman produksi. Orang utan yang kehilangan tempat tinggal dan makanannya pun terpaksa memakan apa yang mereka temui. Berhubung yang mereka temui adalah kelapa sawit, ya jadi mereka terpaksa tinggal dan makan di sana. Aslinya, makanan orang utan adalah buah-buahan hutan tropis yang manis dan beragam. Maka ketika mereka makan kelapa sawit yang udah pasti nggak seenak pisang (gue juga bingung bagian apa yang bisa mereka makan dari tanaman kelapa sawit) pastilah itu karena mereka terdesak kelaparan. Eh, malah dibasmi sebagai hama. Yang hama tuh siapaaaa...!!

Aku semakin jijik sama spesies homo sapiens. Iya, spesiesku sendiri! Wajar saja jika dahulu malaikat bertanya kepada Tuhan, mengapa harus menciptakan manusia, yang suka merusak bumi dan menumpahkan darah. Manusia, yang katanya makhluk berakal, malah banyak yang tidak beradab. Manusia jahat, bodoh, dan sombong. Mereka sering merasa sebagai makhluk paling berkuasa di muka bumi, maka dengan rakus melibas apapun, atau siapapun yang menghalangi keserakahannya. Mau itu tumbuhan, hewan, ataupun sesama manusia.

Manusia masuk ke dalam golongan omnivora, alias pemakan segala. Benar-benar pemakan segala! Tak jarang mereka juga jadi kanibal. Manusia akan melakukan apapun untuk membuat dirinya puas dan kenyang. Celakanya, mereka nggak pernah merasa puas atau kenyang!

Manusia adalah makhluk paling kejam yang pernah kutahu. Apalagi kalo sudah urusan perut. Singa, ular, serigala, nggak ada yang lebih kejam daripada manusia.

Manusia suka makan ayam, ikan, dan sapi. Semua bagian disantap tak bersisa. Kepala, kaki, jeroan, telur, ekor, kulit. Ayam-ayam disuntik biar gendut, lalu dibunuh massal dengan menggunakan mesin. Manusia suka makan kepiting. Untuk mendapatkan daging yang enak dan juicy, manusia merebus kepiting hidup-hidup. Manusia suka makan sirip hiu. Hiu-hiu muda yang masih lunak ditangkap, diiris sirip-siripnya, lalu dicemplungin lagi ke laut dalam keadaan hidup-hidup. Ular dan buaya jadi tas tangan, kepala rusa jadi pajangan dinding, bulu beruang jadi karpet, rubah dan rakun jadi syal.

Beberapa tahun yang lalu pun kita mendengar, saat ada yang menjadikan janin manusia sebagai konsumsi, dibikin sop. Belum lama ini seorang pemimpin negara mati mengenaskan di tangan rakyatnya. Ia diberondong tembakan, dijanggut, dijatuhkan. Ketika ia sudah terkapar bersimbah darah, orang-orang bersorak, malah ada yang memfoto dirinya sendiri menggunakan kamera telepon sambil tersenyum di samping mayat diktator yang baru terbunuh itu. Tentu kau ingat adegan itu. Aku hampir-hampir muntah melihatnya. Lalu mayatnya diarak, dan dipajang di lemari pendingin sebuah supermarket. Homo homini lupus. Manusia sungguh menjijikkan.

Tak kalah jahatnya kalau soal kantong. Demi kepentingan ekonomi, manusia menebangi ribuan hektar hutan alam, menggusur habitat satwa liar. Mengeksplorasi tambang-tambang, menguras habis-habis isinya. Mereka tak peduli lagi dengan akibat yang bisa terjadi. Ah, itu masalah nanti. Kalaupun ada bencana, toh bukan gue yang kena. Paling warga sekitar. Begitu pikirnya.

Sungguh bodoh. Selama ribuan tahun, alam liar terbukti bisa hidup tanpa campur tangan manusia. Tapi percayalah, manusia tidak akan bisa bertahan sepuluh tahun saja tanpa adanya alam liar. Dan kalau alam sudah marah, tunggu saja. Ya, kau manusia, tunggu saja. Meski dengan teknologi secanggih apapun, manusia tidak akan pernah menang melawan alam. Karena pada akhirnya, alam sudah pasti menang.

Belakangan, banjir sudah terjadi di mana-mana. Tak pandang bulu, negara maju maupun negara berkembang. Perubahan iklim yang diperparah dengan terus mencairnya lapisan es di kutub, membuat volume air kian tak terbendung. Siapkan saja bahtera Nuh dari sekarang.

Semua kekacauan yang terjadi di muka bumi ini adalah akibat perilaku-perilaku kita sendiri, yang tidak pernah bersyukur, dan tidak mau bertoleransi dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Kita pikir kitalah yang paling pintar, paling kuat, paling mulia. Sering lupa bahwa kita diamanahi untuk menjaga dan menghormati semua ciptaan Tuhan yang ada di sekitar kita. Hutan, gunung, satwa, dan juga manusia lain. Bukankah Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi khalifah, wakil Tuhan di muka bumi? Hei manusia, lupa ya?

Ah manusia, berhentilah membuatku muak!

Komentar

  1. hai, halo..salam kenal Ken!
    aku suka tulisan-mu. bagaimana kamu marah tapi seecara elegan tertuang dalam tulisan.

    kindly visit my blog also: www.kimmirock.blogspot.com

    Sepertinya saya akan terus membaca blog-mu. menarik.

    Cheers,
    Fahma

    BalasHapus
  2. Haiii... Fahma! Terima kasih, mudah-mudahan bermanfaat ya! Baiklah, saya langsung meluncur ke laman kamu, nice to know you! :D

    BalasHapus
  3. Manusia selalu bersikap semena2 terhadap alam...

    Saya pernah liat berbagai "kehancuran" alam dengan atas nama "ekonomi & kemiskinan" di Tanah Air kita...,yang sangat kaya bernafsu menghancurkan alam dengan buldoser lalu ditanamai sawit

    bulan lalu saya terhenyak ketika berkunjung ke Lombok, sebuah lokasi hutan di babat krn katanya mengandung emas....kehancuran & pencemaran sudah cukup parah

    Belum lagi di Sumbawa yang dikuasai oleh Newmont..,mereka hancurkan alam untuk cari bahan tambang...

    enath sampai kapan Pemerintah kita tegas...

    Saya kadang2 bersyukur Pulau Christmas (notabene dekat dengan Jawa dibanding Australia)..,tapi bukan bagian dari negara kita, kenapa ? Karena alam nya masih terjaga & ekosistem yang ada sangat bagus

    Coba kalo jadi bagian dari negara kita...hancur sekejap & kepiting2 merah yang bermigrasi akan hilang..

    Negara kita sedang menghancurkan EMAS yang asli yakni ALAM

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca juga...

Pesona Danau Tiga Warna

Menyusui Pasca Operasi Payudara

INDONESIA: Places I Should See Before I Die (Part 1)

Mengintip Lahan Dakwah di Pulau Nanga

Gunung Kunci, Benteng Kokoh di Balik Bukit