Dampak Internet terhadap Komunikasi Pasien-Dokter
Saat ini, internet tak dapat disangkal lagi pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat urban perkotaan. Sedikit banyak, internet telah memengaruhi, bahkan mengubah cara orang mencari dan berbagi informasi, serta berkomunikasi. Tak terkecuali dalam dunia kesehatan.
Sebuah survey independen yang dilakukan oleh perusahaan konsultan komunikasi IndoPacific Edelman setidaknya menunjukkan hal itu. Bekerja sama dengan Unit Riset dan Pelayanan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, survei yang melibatkan 300 dokter ini menunjukkan bahwa semenjak ada internet, 79% dokter memercayai mesin pencari untuk menemukan informasi yang spesifik. Bahkan 97% dokter merekomendasikan pula kepada pasien untuk mencari informasi melalui sumber online.
Internet juga diketahui telah mengubah kebiasaan para dokter dalam mencari dan berbagi informasi. Kebanyakan mengakses internet melalui mobile phone, maka aktivitas berinternet pun jadi semakin sering. Semenjak ada internet, 85% dokter menjadi lebih aktif mencari informasi, dan 70% dari mereka pun mengaku lebih aktif menyebarkan informasi. Meski begitu, sebagian dokter juga masih mempercayakan majalah, jurnal, dan seminar kedokteran untuk mendapatkan informasi yang lebih valid. Karena bagaimanapun, segala informasi yang didapatkan melalui internet masih harus dikaji validitasnya.
Direktur IndoPacific Edelman, Mayang Schreiber mengatakan, melalui survei ini terlihat internet telah memengaruhi pola komunikasi dokter-pasien. Faktanya sebanyak 85% dari dokter yang menjadi responden mengaku pasien-pasien mereka jadi semakin kritis dan banyak bertanya, terutama tentang info-info kesehatan yang mereka dapatkan dari internet. Bahkan 83% dokter mengatakan, pasien mereka mencari informasi lain untuk memvalidasi informasi yang ia berikan. “Mereka sadar kini harus lebih open minded, karena pasien pun jadi semakin kritis, semakin banyak bertanya. Pasien tidak lagi menganggap bahwa dokter selalu benar, dengan melakukan kroscek ke internet atas diagnosa dokter,” jelasnya.
Selain itu, kini para dokter mulai menyadari pentingnya edukasi kesehatan kepada pasien melalui internet, yang selama ini belum dilakukan secara maksimal. “Menurut mereka, edukasi kepada pasien tidak bisa hanya ditumpukan kepada mereka (para dokter). Butuh kerja sama dari banyak pihak. Jumlah dokter kan tidak sebanding dengan jumlah pasien,” Mayang menambahkan. Kerja sama itu bisa dari para penyedia jasa kesehatan, perusahaan-perusahaan yang menggunakan asuransi kesehatan, perusahaan-perusahaan farmasi, dan tentu saja partisipasi pemerintah sangat diharapkan dalam mengedukasi pasien menggunakan media internet.
Intinya, penelitian ini membuktikan bahwa dengan internet komunikasi dokter-pasien menjadi lebih intens. Pasien tidak hanya datang untuk meminta diagnosa dari dokter. Banyak pasien kini datang menemui dokter juga untuk bertanya, 'Dok, yang saya baca di internet seperti ini, bagaimana pendapat dokter? Apa informasi itu benar?' dan sebagainya. “Bahkan sebagian besar dokter juga menyatakan ingin dapat berkomunikasi dengan lebih baik kepada pasien,” tutur Mayang sambil tersenyum.
Mayang berharap, penelitian terkait penggunaan internet oleh dokter dan pasien ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia kesehatan modern. Bagaimana internet dengan sifatnya yang mudah dan murah untuk berbagai kalangan seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber informasi berkualitas bagi pasien. Sehingga ke depannya internet dapat dijadikan media untuk mengedukasi pasien, yang selama ini kebanyakan dilakukan dokter saja.
Ia mengakui, memang penelitian ini bukanlah penelitian yang 'wah' bagi dunia kesehatan. Namun ia meyakini komunikasi -sebagai bidang yang diteliti dalam survei praktisi kesehatan ini- merupakan hal mendasar yang dapat berdampak kepada kualitas pelayanan kesehatan. Mayang menjelaskan, "Komunikasi kesehatan yang efektif penting sekali untuk meningkatkan pemahaman pasien dan tingkat kesehatan di Indonesia. Penggunaan informasi dari internet oleh dokter dan pasien, juga bisa meminimalisasi malpraktek, baik dalam hal terapi maupun pemberian obat.”
Tak berhenti di situ saja, IndoPacific Edelman juga akan melakukan survei kepada pasien. “Tidak seperti survei praktisi kesehatan kemarin, kali ini kecil-kecilan saja. Hasilnya akan kami beritahukan kepada 40 dokter yang mengikuti pelatihan komunikasi, akhir pekan ini,” tutur Mayang. Ia menambahkan, “Kami harap hal ini bisa membuat sedikit perubahan. Satu orang dokter punya puluhan pasien, kalau ia tahu cara berkomunikasi pasien, mendorong pasien agar lebih bersemangat, tentu secara tak langsung ini dapat berdampak kepada kesehatan pasien.”
****
Ken Andari
Sebuah survey independen yang dilakukan oleh perusahaan konsultan komunikasi IndoPacific Edelman setidaknya menunjukkan hal itu. Bekerja sama dengan Unit Riset dan Pelayanan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, survei yang melibatkan 300 dokter ini menunjukkan bahwa semenjak ada internet, 79% dokter memercayai mesin pencari untuk menemukan informasi yang spesifik. Bahkan 97% dokter merekomendasikan pula kepada pasien untuk mencari informasi melalui sumber online.
Internet juga diketahui telah mengubah kebiasaan para dokter dalam mencari dan berbagi informasi. Kebanyakan mengakses internet melalui mobile phone, maka aktivitas berinternet pun jadi semakin sering. Semenjak ada internet, 85% dokter menjadi lebih aktif mencari informasi, dan 70% dari mereka pun mengaku lebih aktif menyebarkan informasi. Meski begitu, sebagian dokter juga masih mempercayakan majalah, jurnal, dan seminar kedokteran untuk mendapatkan informasi yang lebih valid. Karena bagaimanapun, segala informasi yang didapatkan melalui internet masih harus dikaji validitasnya.
Direktur IndoPacific Edelman, Mayang Schreiber mengatakan, melalui survei ini terlihat internet telah memengaruhi pola komunikasi dokter-pasien. Faktanya sebanyak 85% dari dokter yang menjadi responden mengaku pasien-pasien mereka jadi semakin kritis dan banyak bertanya, terutama tentang info-info kesehatan yang mereka dapatkan dari internet. Bahkan 83% dokter mengatakan, pasien mereka mencari informasi lain untuk memvalidasi informasi yang ia berikan. “Mereka sadar kini harus lebih open minded, karena pasien pun jadi semakin kritis, semakin banyak bertanya. Pasien tidak lagi menganggap bahwa dokter selalu benar, dengan melakukan kroscek ke internet atas diagnosa dokter,” jelasnya.
Selain itu, kini para dokter mulai menyadari pentingnya edukasi kesehatan kepada pasien melalui internet, yang selama ini belum dilakukan secara maksimal. “Menurut mereka, edukasi kepada pasien tidak bisa hanya ditumpukan kepada mereka (para dokter). Butuh kerja sama dari banyak pihak. Jumlah dokter kan tidak sebanding dengan jumlah pasien,” Mayang menambahkan. Kerja sama itu bisa dari para penyedia jasa kesehatan, perusahaan-perusahaan yang menggunakan asuransi kesehatan, perusahaan-perusahaan farmasi, dan tentu saja partisipasi pemerintah sangat diharapkan dalam mengedukasi pasien menggunakan media internet.
Intinya, penelitian ini membuktikan bahwa dengan internet komunikasi dokter-pasien menjadi lebih intens. Pasien tidak hanya datang untuk meminta diagnosa dari dokter. Banyak pasien kini datang menemui dokter juga untuk bertanya, 'Dok, yang saya baca di internet seperti ini, bagaimana pendapat dokter? Apa informasi itu benar?' dan sebagainya. “Bahkan sebagian besar dokter juga menyatakan ingin dapat berkomunikasi dengan lebih baik kepada pasien,” tutur Mayang sambil tersenyum.
Mayang berharap, penelitian terkait penggunaan internet oleh dokter dan pasien ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia kesehatan modern. Bagaimana internet dengan sifatnya yang mudah dan murah untuk berbagai kalangan seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber informasi berkualitas bagi pasien. Sehingga ke depannya internet dapat dijadikan media untuk mengedukasi pasien, yang selama ini kebanyakan dilakukan dokter saja.
Ia mengakui, memang penelitian ini bukanlah penelitian yang 'wah' bagi dunia kesehatan. Namun ia meyakini komunikasi -sebagai bidang yang diteliti dalam survei praktisi kesehatan ini- merupakan hal mendasar yang dapat berdampak kepada kualitas pelayanan kesehatan. Mayang menjelaskan, "Komunikasi kesehatan yang efektif penting sekali untuk meningkatkan pemahaman pasien dan tingkat kesehatan di Indonesia. Penggunaan informasi dari internet oleh dokter dan pasien, juga bisa meminimalisasi malpraktek, baik dalam hal terapi maupun pemberian obat.”
Tak berhenti di situ saja, IndoPacific Edelman juga akan melakukan survei kepada pasien. “Tidak seperti survei praktisi kesehatan kemarin, kali ini kecil-kecilan saja. Hasilnya akan kami beritahukan kepada 40 dokter yang mengikuti pelatihan komunikasi, akhir pekan ini,” tutur Mayang. Ia menambahkan, “Kami harap hal ini bisa membuat sedikit perubahan. Satu orang dokter punya puluhan pasien, kalau ia tahu cara berkomunikasi pasien, mendorong pasien agar lebih bersemangat, tentu secara tak langsung ini dapat berdampak kepada kesehatan pasien.”
****
Ken Andari
Komentar
Posting Komentar