Balance Bike untuk Ali

Suatu hari, beberapa pekan setelah ulang tahun keduanya, Ali bilang sama Ayahnya.

"Ayah, Ali mo sepedah baru..."
"Memang sepeda Ali yang sekarang kenapa?"
((Ali segera menaiki sepedanya))
"Gak muat... (nunjuk kakinya yang mentok setang) Ali udah gede..."
"Oh... Ali maunya sepeda baru yang kayak gimana?"
"Yang gede... Trus yang gak ada gowes-gowes..."

Hah?!

"Kenapa mau sepeda yang gak ada gowesannya?"
"Ali gak bisa gowes..."

Unbelievable. Anakku sudah besar dan pintar banget mengemukakan alasan. Hahaha...

Selama ini, sepeda Ali adalah sebuah sepeda roda 3 kecil dari plastik yang dibelikan kakek-neneknya waktu usianya baru 1 tahun. Harganya cuma 90 ribu, hahaha! Kecil dan enteng banget sepedanya. Ada sebuah tombol lagu di bagian setang. Dia udah menguasai berbagai gaya dengan sepeda itu. Ngebut, nabrak, meluncur, bahkan lepas tangan. Sepedanya dijatoh2in, diinjek, dibalik, diputer2 rodanya.

Satu hal yang kuamati dari perilaku Ali saat memainkan sepeda roda tiganya, ia jadi anak yang percaya diri karena ia sangat menguasai mainannya itu. Sepedanya kecil dan ringan, jadi dari awal pun ia sudah bisa naik dan turun sendiri tanpa minta bantuan. Kalau terjatuh ia bisa mengangkat sendiri sepedanya. Kalau ketiban sepeda pun, Ali nggak nangis. Ia bisa dengan mudah mengayuh dengan kaki dan bergerak cepat, mengendalikan setang, dan memainkan sepeda itu sesuka hatinya tanpa perlu meminta tolong orang dewasa.

Akan beda cerita seandainya anak diberikan sepeda roda tiga yang, misalnya, ada berbagai tombol dan mainan di sekeliling tempat duduk anak, sehingga kalau mau naik atau turun anak harus minta tolong. Sepedanya tinggi dan berat sehingga kaki anak tidak sampai dan untuk menjalankannya perlu didorong oleh orang dewasa. Kalau jatuh atau ketiban sepeda yang besar itupun anak bisa kapok, dan harus ditolong orang dewasa untuk mengangkatnya kembali. Kalau begini, anak tidak menguasai mainannya. Ia selalu memerlukan bantuan orang dewasa dan ia tidak menjadi anak yang mandiri dan percaya diri.

***

Aku sudah tau dari lama sih tentang balance bike/kick bike/push bike. Sepeda roda dua untuk toddler yang ga ada pedalnya. Dikayuh pake kaki, dibawa lari. Persis seperti cara Ali menggunakan sepeda roda tiganya.

Waktu itu aku lihat anak temen yang pake. Sejak itu aku baca2 referensi, ternyata banyak manfaat balance bike ketimbang training bike atau sepeda roda empat  biasa. Katanya sih bakal lebih mudah transisinya ke sepeda beneran. Tapi harganya kok lumayan, hiks.

Sempat kepikiran nyewa aja sih. Tapi Ali tipe anak yang sadis sama mainannya. Yang ada, gue bakal suruh gantiin entar.

Ali juga sudah kami ajak ke toko sepeda dan melihat berbagai macam sepeda. Sepeda roda tiga, roda empat. Semua ada gowesannya, tentu saja. Ali kekeuh bilang, gak mau ada gowesannya. Emang selama ini dia mengendarai sepeda roda tiganya dengan cara dikayuh pakai kaki. Aku udah ngajarin dia gowes sih, tapi kayaknya dia belum siap. Dia selalu ditanya sama orang, "Kok sepedanya gak digowes sih?" Mungkin dia baper keseringan ditanya dan disuruh gowes. Jadi dia gak mau sepeda yang ada gowesannya. Hahaha. Anakku ini memang paling gak suka kalau dianggap "gak bisa" :p

Yaudalah bang, belikan aja balance bike. Kebetulan kami emang belum pernah ngebeliin dia mainan kendaraan. Ada babywalker, stroller, sepeda roda tiga, sampai otopet semuanya boleh dikasih orang. Hehe. Alhamdulillah. Jadi sekarang gak papa deh belikan sepeda sendiri buat Ali. Apalagi katanya balance bike ini tingginya bisa disesuaikan sehingga bisa dipakai sampe anak usia 5 tahun.
Akhirnya pilihan kami jatuh pada London Taxi Kick Bike di sebuah marketplace yang kebetulan, seller-nya juga di Tangerang. Jadi bisa dikirim pake gojek dan sampe pada hari yang sama.

***

Hari itu, Ali yang biasanya udah ngantuk lagi jam 11, masih melek aja sampe jam 1 siang.
Aku tanya, "Ali emang belum ngantuk? Biasanya bobo."
Dia jawab, "Ali tunggu sepeda."
Gubrak. Rupanya sebelum berangkat kerja Ayahnya ngebilangin, "Nanti Ali tunggu ya sepeda barunya dikirim om gojek."

Jadilah ketika om gojek datang, Ali langsung loncat kegirangan dan cepat2 membuka kardus sepedanya. Gataunya harus dirakit dulu. Waduh mana cuma berduaan doang di rumah. Akhirnya ngikutin kertas instruksi dan pengetahuan seadanya, gue merakit balance bike sambil direcokin sama bocah ngga sabaran.

Begitu jadi, langsung dinaekin dan dimainin sampe jam 3, ketika speed dan antusiasnya melambat, pertanda sudah ngantuk berat, hahaha... Tidur satu jam doang, bangun tidur gak pake mandi langsung main sepeda lagi. Malem juga. Besok paginya juga. Dan seterusnya sampe dia udah bisa bawa sepedanya lari sekarang.

Orang-orang pada ketawa liat Ali dan sepeda kecilnya. Tentu saja mereka bertanya. Berikut FAQ.

"Emang udah bisa roda dua?"
"Kok ga ada gowesannya?"
"Dicopot apa gimana? Nanti bisa dipasangin gowesan?"
"Emang gak capek lari2 gitu bukannya digowes aja?"

Pesen gw, jawab aja dengan singkat sambil senyum, "Iya bu, emang gitu. Ini sepeda lari. Biarin capek biar tidurnya pules, hehe."

Memang setelah lihat barangnya langsung dan memperhatikan progress Ali menaikinya, aku jadi ngeh kenapa balance bike ini beda dengan sepeda kecil lain.

Pertama, dia itu ringan banget. Tadinya kan pengen beli sepeda kecil biasa trus dicopot sendiri pedalnya. Tapi sepeda kecil biasa nggak seringan ini. London Taxi ini beratnya 2,9kg. Ali yang beratnya cuma 12kg (imut-imut) bisa dengan mudah mengendalikannya. Dia keluarin sepedanya sendiri, dia angkat roda depannya (gaya!), kalau jatuh bangun sendiri, bahkan pernah jatuh kakinya ketindih sepeda. Aku gak tolongin, cuma kulihatin aja, tetangga udah pada teriak-teriak. Ternyata, Ali bisa bangun lagi dan mengangkat sepedanya. Kutanya, sakit ngga? Engga.

Anak nggak butuh bantuan orang lain untuk memindahkan atau mengendalikan sepedanya. Inilah yang dibilang balance bike memupuk kepercayaan diri dan kemandirian.

Sepeda ini juga mudah dikendalikan, semudah lari. Anak bisa berhenti, belok, ngebut, meluncur dan bermanuver sesuka hatinya. Kayak pas hari keempat, Ali lagi ngebut lalu di depannya ada batu. Sssseeeeettt! Dia refleks belokin setangnya. Selamet deh. Aku mules degdegan ngeliatnya, tapi semakin ke sini kuperhatikan refleksnya semakin baik. Sepeda roda empat mungkin tidak bisa dikendalikan semudah itu oleh toddler.

Kedua, sepeda ini memang didesain aman untuk toddler jadi selain kecil dan ringan, juga nggak ada extruding part, bagian yang menonjol atau tajam dan bagian2 kecil yang mudah lepas. Nggak ada jeruji roda, nggak ada kawat rem, atau bagian berbahaya lainnya. Bahkan pedal gowesan pun nggak ada  memang pedal gowesan sangat mungkin membentur kaki anak kan. Nah ini gak ada.

Ketiga, dengan sepeda ini kita nggak menuntut anak untuk cepet2 mempelajari sesuatu yang dia belom bisa: menggowes. Biasanya, anak usia 2 tahun emang belum bisa menggowes. Kejadiannya di Ali, kayaknya dia merasa 'tertekan' gitu karna gak bisa gowes, dan akupun beberapa kali ngajarin dia untuk gowes. Ya belom bisa. Yang ada dia malah down dan bilang "gak mau yang ada gowesannya. Ali gak bisa gowes." Aduh, my mistake. Maafin Mama ya.

Keempat, untuk belajar naik sepeda beneran, balance bike membentuk mental yang berbeda ketimbang kalo anak memakai sepeda roda empat. Balance bike melatih anak menyeimbangkan sepedanya. Miring kanan, miring kiri, ngebut, lalu jatuh. Itu biasa. Kalau udah bisa, anak akan meluncur dengan kakinya diangkat. Balance bike mengajak anak untuk berani mengeksplorasi tantangan. Angkat setang, nanjak dan meluncur, belok zigzag, semua bisa dilakukan dengan mudah. Ia sudah belajar menyeimbangkan sehingga kalau nanti dikasih sepeda berpedal di usia 5 tahun, dia ngga akan takut jatuh karena udah biasa menyeimbangkan, malah lebih mudah karena dikasih gowesan.

Kalau aku dulu, transisi ke roda dua dan mencopot kedua roda bantu itu prosesnya lama banget. Karena aku takut. Aku cemas kalau roda bantunya dicopot, nanti aku jatuh. Karena selama belajar aku fokus menggowes, bukan menyeimbangkan. Padahal sepeda kan intinya belajar keseimbangan. Jadi kayaknya kelas 2 SD gitu aku baru bisa (baru berani lebih tepatnyà) sepeda roda dua.

Jadi, yap aku merekomendasikan balance bike ini untuk toddler. Niatnya bukan biar cepet bisa naik sepeda beneran sih. Ini memang cuma sepeda mainan. Tapi mainan ini didesain untuk bisa ia kuasai dan bisa membentuk mental dan kepercayaan dirinya. Itu yang aku amati.

Balance bike aman digunakan di lahan terbuka yang luas dan bebas kendaraan bermotor, seperti jalanan perumahan atau taman kota. Sehingga anak bebas bereksplorasi, tapi tetap aman dan terkontrol. Kalau lingkungan rumah padat penduduk, banyak selokan di kanan kiri, dan motor yang lalu lalang, mungkin penggunaan balance bike kurang aman. Sebab dia itu bisa ngebut, meluncur, gak ada penahannya seperti sepeda roda tiga atau sepeda roda empat. Apalagi digunakan oleh toddler yang masih ngawur. Malah bisa jadi bahaya.

Terus, kalo mau pake balance bike, nyali kudu gede. Nyali anaknya, nyali emak bapaknya 😂😂 kalau takut si anak jatuh atau luka, mendingan jangan deh. Karena udah pasti jatuh, bonusnya luka. Itu udah pasti, aku melihatnya sebagai bagian dari pembelajaran. Temen2 kecil Ali pasti penasaran sama balance bike, aku selalu kasih kesempatan mereka untuk nyoba. Pertama kali naikin, anak pasti kesulitan nyeimbangin, 80 persen akan jatuh di percobaan pertama, atau rubuh sepedanya, atau nyusruk kedua-duanya. 

Dan seringkali, saat anak jatuh itu orangtuanya (atau kakek/neneknya) udah keburu teriak dan bilang, "Udah jangan lah kamu nggak bisa nanti jatuh!" Akhirnya si anak pun mundur dan nggak mau coba lagi. Padahal mereka penasaran, kadang aku kasian juga sih ngeliatnya.

Kadang kita terlalu sering mengasihani anak kita, padahal ia tak perlu dikasihani. Kasihan jatuh, kasihan capek, kasihan susah, kasihan sakit. Well, that's life. Tugas kita sebagai orangtua adalah mengarahkan dan mengawasi, bukan melarang dan membatasi.

Bukan berarti dengan balance bike orangtua bisa lebih santai. Malah lebih ekstra mantengin terus, ngejar, jadi Pak Ogah di persimpangan untuk mengingatkan si kecil berhati-hati saat belok, dan memastikan nggak ada kendaraan bermotor melaju dari arah seberang. Jatuh, luka, iya. Biarin aja. Tinggal bangun lagi. Kalau luka lecet, ya dicuci. Tapi jangan sampai ngebiarin dia main sendiri, bahaya. Bagaimanapun, dia cuma toddler yang kadang masih ngawur dan ngga bisa pelan-pelan.


Senang sih bisa sepedaan sama Ali. Jadi dia gak cuma dibonceng tapi bisa balapan, hehe... Yuk ah, sepedaan!

Komentar

Baca juga...

Menyusui Pasca Operasi Payudara

Benda-benda Kesayanganku...

Pantai Penggajawa, Sebuah Ironi

(Pindang) Palembang, Aku Datang!

Komunitas Reptil-X: “Reptil ini Hewan Eksotis...”