Sebuah Jam Tua yang Memanfaatkan Energi Manusia

Aku punya sebuah jam yang selalu aku pakai. Harus selalu aku pakai. Kalau nggak ku pakai, dia mati. Aku menyebutnya jam sehidup-semati. Karena dia akan tetap hidup selama aku hidup, kalau aku mati, nggak ada yang pakai, dia akan mati. Hehe...
Jam ini sebetulnya punya Bapak, kami suka gantian pakenya. Aku merasa keren banget kalau pakai jam tangan ini, karena jam ini unik. Merk Citizen, automatic watch. Kenapa automatic watch? Karena jam ini tidak pakai batre seperti jam-jam lain pada umumnya. Jam ini mengandalkan energi kinetik si pemakai, hmm...kurang lebih seperti itu.

Jadi begini kawan-kawan, kata Bapak saya di dalam jam tersebut itu ada bandul, yang menghasilkan energi buat si jam. Yang membuat bandul itu bergerak, tentu saja gerakan tangan dari si pemakai. Energi kinetik pemakai --> mekanik buat si jam. Dan bandul itu mungkin bisa disebut sebagai turbinnya. (Aku agak sotoy nih, dikoreksi yah kalau salah). Jadi jam ini harus dipakai terus supaya tetap hidup. Kalau nggak dipakai (atau kita pake tapi kitanya nggak bergerak sama sekali), ya nggak ada yang menggerakkan bandulnya. Ya mati jamnya. Begitchuuuu...

Aku sebenarnya penasaran banget dengan cara kerja jam itu. Ingin sekali rasanya bongkar biar bisa lihat isinya, tapi takut nggak bisa pasangnya lagi, hehe... Maklum, jam antik. Usianya bahkan lebih tua dari adikku, ia dibeli tahun 1993 (tuh jam sehidup semati kan). Kurang tau juga, masih ada yang jual atau tidak.

Jam ini membuatku berpikir, kalau gerakan satu tanganku saja bisa menghasilkan energi untuk sebuah jam, bagaimana dengan gerakan aku berlari? Bagaimana energi panas tubuhku? Dan... bagaimana energi milyaran manusia lain di dunia? Wow, kalau dipikir-pikir itu adalah energi potensial yang sangaaaat besar ya! Begitu banyak energi manusia terbuang percuma.

Sahabatku Dafi, bilang “Tau nggak sih, saat kita menggesek kedua tangan kita aja, ada energi yang terbuang. Jadi usahakan setiap gerakan yang kamu buat itu bermanfaat, Ken.” WOW! That is so deep!

Dan aku juga baru menyadari dari Dafi, bahwa semakin banyak energi yang terbuang –termasuk energi manusia- bisa mempercepat pemanasan global. Energi, apapun bentuknya, termasuk gesekan tangan saja, tentu saja menghasilkan panas. Meski hanya 0.00000000000001% tapi kalau dilakukan oleh 1 milyar penduduk bumi jadi berapa coba? Energi yang terlepas itu menghasilkan panas, semakin banyak panas ke udara bisa mempertipis lapisan ozon, lapisan ozon tipis bisa makin merusak bumi. Berarti dengan memakai jam itu, setidaknya aku sudah menjadikan gerakan satu tanganku bermanfaat, hehe...

Lihatlah orang berlari. Rasakan panas tubuhmu. Itu adalah energi potensial yang bisa dimanfaatkan menjadi bentuk energi lain. Di Indonesia, tampaknya belum banyak teknologi yang bisa menyimpan energi manusia untuk dimanfaatkan menjadi bentuk energi lain. Tapi beberapa waktu lalu seorang mahasiswa ITS (Institut Teknologi Surabaya) bersama dosennya berhasil menciptakan sebuah alat yang bisa menangkap energi panas tubuh manusia, mengubahnya menjadi energi listrik. Alat tersebut dipasang di tubuh kita, untuk menangkap dan menyimpan energi panas yang kita hasilkan saat beraktivitas (kurang lebih seperti itu, hihi maklum saya bukan anak IPA, apalagi fisika). Nah, nantinya alat itu bisa digunakan untuk men-charge ponsel. Wow!

Di stasiun-stasiun kereta di Jepang, ada juga sebuah contoh pemanfaatan energi manusia. Layar-layar papan pengumuman digerakkan dengan menggunakan listrik yang dihasilkan oleh langkah-langkah kaki calon penumpang yang ada di stasiun tersebut. Wah, semakin banyak teknologi semacam ini, bisa jadi solusi baik untuk mengantisipasi krisis energi. Dan baik pula tentunya untuk bumi kita.

Banyak sekali sebenarnya contoh energi reversible (terbarukan) yang bisa kita manfaatkan. Selain energi manusia, ada juga energi matahari, yang tidak akan pernah habis. Di negara tropis ini, energi matahari kan berlimpah, seharusnya kita bisa memanfaatkan energi potensial tersebut menjadi sumber energi yang ramah lingkungan dan bisa menghemat biaya. Aku suka artikel “Mari Kita Mengejar Matahari” karya Rosari Saleh, Guru Besar Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia yang dimuat di Kompas, 24 Februari lalu.

Waduh, automatic watch itu membuat saya berpikir panjang lebar seperti ini! Penasaran, sih. Tanya dan baca sana-sini, hasilnya tulisan “sotoy” ini, hoho... Saya memang bukan anak IPA, bukan pula orang yang paham Fisika. Jadi maklum saja apabila banyak kalimat “sotoy” yang saya tulis dengan segala keterbatasan saya soal ilmu alam. Boleh kok dikritik kalau ada yang salah :)

Justru itulah saya ingin membagi hasil lamunan saya ini kepada teman-teman sekalian, dalam bentuk tulisan, karena saya memang belajar jurnalistik. Mungkin saja teman-teman yang belajar fisika nantinya bisa mewujudkan lamunan-lamunan saya, dengan penemuan-penemuan brilian di bidang teknologi dan pemanfaatan energi. Jadi, mari berbagi!

Quotes of the day:
“Jadi usahakan setiap gerakan yang kamu buat itu bermanfaat, Ken.”
Bravo Dafi....!! ^^


ini jam tuaku sayang:

Komentar

Baca juga...

Hijab, Jilbab, Kerudung, apapun namanya

Wied Harry Apriadji: Puasa itu Mengikuti Kesederhanaan Nabi

Menyusui Pasca Operasi Payudara

DNS Nawala, Pendekar Dunia Maya Indonesia

Merdeka dengan Hijab