Si Laba-Laba Kuning dan Sarangnya
Ada seekor laba-laba kuning besar bersarang di dahan pohon mangga depan kamarku. Ia mulai memintal benang dan membuat sarangnya sejak seminggu yang lalu. Awalnya, ibu yang suka bersih-bersih di kosanku memutus benang pintalan si laba-laba, sehingga sarangnya yang setengah jadi itu hancur. Aku kasihan melihatnya. Padahal ia sudah buat dari hari sebelumnya.
Rupanya si laba-laba tidak putus asa. Keesokan hari, ia memintal lagi benangnya yang berwarna kuning keemasan. Matching sekali dengan warna tubuhnya. Pagi-pagi sekali ia sudah mulai memintal. “Sebelum si ibu datang,” begitu mungkin ia pikir.
Ia melompat dari satu dahan dan daun, mengaitkan benang keemasan yang tipis namun kuat itu, sampai membentuk segi delapan yang tidak teratur. Lalu ia mengaitkan tiap sudutnya hingga berbentuk mirip jaring. Pelan-pelan ia menjalin benang-benang tipis itu. Sepertinya ia mau membuat rumah yang luas.
Tak lama kemudian, si ibu yang bersih-bersih di kosanku itu datang. Ia mau memutus lagi benang rumah si laba-laba pakai sapu. Aku berteriak, “Ibu, jaangaaann...! Kasihan, biar aja bu.” Si ibu pun menghentikan ayunan sapunya. Huff...untung saja. Kasihan si laba-laba. Aku ‘kan lihat bagaimana ia sudah bekerja sejak pagi-pagi sekali “menjahit” sarang itu. Sementara manusia bisa dengan satu ayunan tangan saja memutus benang dan menghancurkan hasil kerja keras si laba-laba.
Waktu itu sudah pukul 8, aku mau berangkat kuliah. Kulihat lagi si laba-laba kuning. Ia masih bersemangat merangkai kedelapan sisi jaring itu. Sinar matahari pagi yang kekuningan menerpa sarangnya yang setengah jadi. Benangnya yang kuning keemasan jadi terlihat berkilauan. Aku bisikkan dalam hati sebelum aku pergi, “Semangat ya, laba-laba! Sampai jumpa sore hari!”
Sore hari, aku pulang ke kosan. Sebelum masuk kamar, kulihat lagi sarang si laba-laba kuning. Delapan sisi sarangnya memang sudah jadi, berupa benang-benang lurus yang dikaitkan satu sama lain. Tapi ternyata ia belum puas juga. Sekarang ia berjalan memutar, perlahan...sekali, dimulai dari sisi paling dalam, terus menuju arah luar sarang sambil memintal benang. Ia membuat pola lingkaran di sarangnya itu!
Wah...aku kira bentuk jaring laba-laba hanya berupa kaitan benang-benang tak teratur, tapi setelah kuperhatikan dari dekat, laba-laba yang satu ini benar-benar telaten! Kaki depannya bergerak cekatan memintal benang, sementara kaki-kaki lain menggerakkan badannya berjalan mundur, memutar. Pola lingkaran itu terjalin sangat rapat, mulai dari lingkaran paling kecil di tengah sarang, yang semakin besar hingga ke tepian. Semua ia buat dengan jarak yang teratur! Sambil berjalan memutar, ia memperbaiki juga jaring-jaring yang berlubang. Telaten... sekali.
Malam hari, hujan angin melanda Jatinangor. Aku sempat kepikiran juga sama rumah si laba-laba. Kasihan kalau rumahnya hancur diterpa derasnya hujan dan kencangnya angin yang bertiup. Rumahnya ‘kan cuma dari benang.
Keesokan paginya, aku penasaran ingin lihat hasil karya si laba-laba. Mudah-mudahan masih ada. Wuaah...ternyata masih ada, dan bahkan sudah jadi! Sarangnya besar dan jalinan benangnya rapat sekali. Tak lupa, pola lingkaran yang cantik dan teratur itu sudah ia selesaikan hingga ke tepi. Aku melihat si laba-laba kuning tak bergeming di tengah sarang. Entah, mungkin ia sedang istirahat menikmati rumah baru yang ia kerjakan siang-malam.
Seperti biasa, sinar matahari pagi menerpa sarang hingga tampak indah kuning keemasan. Angin dan hujan deras ternyata sama sekali tidak merusak rumah si laba-laba kuning. Malah bintik-bintik air sisa hujan semalam tampak mempercantik sarangnya itu. Seperti jalinan mutiara kecil di benang gaun seorang gadis. Subhanallah.
Selamat menikmati rumah barumu ya, laba-laba kuning! Sarangmu yang indah kuning keemasan kini menghiasi kosan. Semoga kamu betah ya tinggal bersama kami!
Rupanya si laba-laba tidak putus asa. Keesokan hari, ia memintal lagi benangnya yang berwarna kuning keemasan. Matching sekali dengan warna tubuhnya. Pagi-pagi sekali ia sudah mulai memintal. “Sebelum si ibu datang,” begitu mungkin ia pikir.
Ia melompat dari satu dahan dan daun, mengaitkan benang keemasan yang tipis namun kuat itu, sampai membentuk segi delapan yang tidak teratur. Lalu ia mengaitkan tiap sudutnya hingga berbentuk mirip jaring. Pelan-pelan ia menjalin benang-benang tipis itu. Sepertinya ia mau membuat rumah yang luas.
Tak lama kemudian, si ibu yang bersih-bersih di kosanku itu datang. Ia mau memutus lagi benang rumah si laba-laba pakai sapu. Aku berteriak, “Ibu, jaangaaann...! Kasihan, biar aja bu.” Si ibu pun menghentikan ayunan sapunya. Huff...untung saja. Kasihan si laba-laba. Aku ‘kan lihat bagaimana ia sudah bekerja sejak pagi-pagi sekali “menjahit” sarang itu. Sementara manusia bisa dengan satu ayunan tangan saja memutus benang dan menghancurkan hasil kerja keras si laba-laba.
Waktu itu sudah pukul 8, aku mau berangkat kuliah. Kulihat lagi si laba-laba kuning. Ia masih bersemangat merangkai kedelapan sisi jaring itu. Sinar matahari pagi yang kekuningan menerpa sarangnya yang setengah jadi. Benangnya yang kuning keemasan jadi terlihat berkilauan. Aku bisikkan dalam hati sebelum aku pergi, “Semangat ya, laba-laba! Sampai jumpa sore hari!”
Sore hari, aku pulang ke kosan. Sebelum masuk kamar, kulihat lagi sarang si laba-laba kuning. Delapan sisi sarangnya memang sudah jadi, berupa benang-benang lurus yang dikaitkan satu sama lain. Tapi ternyata ia belum puas juga. Sekarang ia berjalan memutar, perlahan...sekali, dimulai dari sisi paling dalam, terus menuju arah luar sarang sambil memintal benang. Ia membuat pola lingkaran di sarangnya itu!
Wah...aku kira bentuk jaring laba-laba hanya berupa kaitan benang-benang tak teratur, tapi setelah kuperhatikan dari dekat, laba-laba yang satu ini benar-benar telaten! Kaki depannya bergerak cekatan memintal benang, sementara kaki-kaki lain menggerakkan badannya berjalan mundur, memutar. Pola lingkaran itu terjalin sangat rapat, mulai dari lingkaran paling kecil di tengah sarang, yang semakin besar hingga ke tepian. Semua ia buat dengan jarak yang teratur! Sambil berjalan memutar, ia memperbaiki juga jaring-jaring yang berlubang. Telaten... sekali.
Malam hari, hujan angin melanda Jatinangor. Aku sempat kepikiran juga sama rumah si laba-laba. Kasihan kalau rumahnya hancur diterpa derasnya hujan dan kencangnya angin yang bertiup. Rumahnya ‘kan cuma dari benang.
Keesokan paginya, aku penasaran ingin lihat hasil karya si laba-laba. Mudah-mudahan masih ada. Wuaah...ternyata masih ada, dan bahkan sudah jadi! Sarangnya besar dan jalinan benangnya rapat sekali. Tak lupa, pola lingkaran yang cantik dan teratur itu sudah ia selesaikan hingga ke tepi. Aku melihat si laba-laba kuning tak bergeming di tengah sarang. Entah, mungkin ia sedang istirahat menikmati rumah baru yang ia kerjakan siang-malam.
Seperti biasa, sinar matahari pagi menerpa sarang hingga tampak indah kuning keemasan. Angin dan hujan deras ternyata sama sekali tidak merusak rumah si laba-laba kuning. Malah bintik-bintik air sisa hujan semalam tampak mempercantik sarangnya itu. Seperti jalinan mutiara kecil di benang gaun seorang gadis. Subhanallah.
Selamat menikmati rumah barumu ya, laba-laba kuning! Sarangmu yang indah kuning keemasan kini menghiasi kosan. Semoga kamu betah ya tinggal bersama kami!
Komentar
Posting Komentar