Penulisan Berita Langsung dan Khas
Berita Langsung
Menurut AS Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia, straight news adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when, where, why, dan how (5W+1H). Sedangkan berita khas disebutnya sebagai feature story. Dalam feature, penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya, sebagai menu penunjang media massa.
Berita langsung mengejar aktualitas dan kepentingan, sedangkan feature mementingkan segi menarik atau tidaknya suatu tulisan. Oleh karena itu, berita langsung harus menggunakan struktur piramida terbalik, di mana fakta-fakta disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. Demikian pembahasan mengenai straight news dalam buku Jurnalistik Indonesia yang entah mengapa jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pembahasan mengenai feature.
Asep Syamsul M. Romli dalam buku Jurnalistik Terapan mendefinisikan berita langsung sebagai laporan peristiwa yang ditulis secara singkat, padat, lugas, dan apa adanya. Berita langsung bersifat kering, tanpa dibumbui subjektivitas wartawan. Berita langsung dibagi menjadi dua jenis: hard news dan soft news. Perbedaannya, aktualitas dan kepentingan soft news berada setingkat di bawah hard news.
Sebuah berita harus mencakup fakta dan data sebuah peristiwa, dan mengandung unsur-unsur 5W+1H. Dalam straight news, teknik penulisan yang lazim digunakan berbentuk piramida terbalik, yaitu berdasarkan tingkat kepentingannya. Struktur ini memungkinkan efisiensi waktu bagi pembaca, yang bisa langsung mengetahui inti berita melalui paragraf pertama. Bentuk ini juga memudahkan editor untuk melakukan cutting naskah jika space yang tersedia tidak cukup untuk memuat seluruh bagian berita.
Komposisi tulisan terdiri dari empat bagian: headline (judul berita), dateline (waktu dan tempat), lead (teras berita), dan news body (isi berita). Semua unsur ini kunci penulisannya terdapat pada rumus 5W+1H. Tetapi ada juga lead non 5W+1H, seperti lead kesimpulan, lead berita pernyataan, lead kutipan, lead kontras, dan lead jeritan. Sebelum menulis unsur-unsur ini, wartawan harus menentukan sudut pandang terlebih dahulu terhadap sebuah peristiwa. Penentuan angle memudahkan tahap-tahap selanjutnya.
Buku Jurnalistik: Teori dan Praktik karya Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat memuat sebuah ungkapan menarik, yaitu jurnalisme sebagai “literature in a hurry”, kesusastraan yang terburu-buru. Teknik-teknik penulisan berita –terutama berita langsung- memang mengacu pada kecepatan ini, namun tetap harus dibuat semenarik mungkin. Hikmat dan Purnama juga masih menggunakan struktur penulisan berbentuk piramida terbalik sebagai acuan penulisan straight news, seperti yang tertulis dalam literatur jurnalistik lainnya. Lead, yang mampu mencerminkan keseluruhan isi berita menjadi perhatian utama dalam piramida ini,.
Meskipun lead memiliki sejumlah keuntungan praktis, justru lead itulah bagian tersulit dalam menulis berita. Karena lead harus dibuat semenarik mungkin, atau pembaca tidak akan tertarik untuk mengikuti sampai habis. Selain menarik, lead juga harus cukup jelas dan ringkas. Ada beberapa jenis lead menurut buku ini: lead menonjok, lead deskriptif, lead kontras, lead bertanya, lead kutipan, lead kepenasaran kumulatif, lead berurutan, lead parodi, lead epigram, lead tersendat-sendat, lead ledakan, lead dialog, dan lead sapaan.
Setelah lead, ada proses penyusunan fakta-fakta secara logis, yang mengemukakan isi berita. Pengaturan materi berita secara kronologis ini memungkinkan pembaca memahami inti berita tanpa ada distorsi dalam menafsirkan arti berita secara keseluruhan. Singkatnya, tubuh berita berfungsi menguraikan ide-ide pokok dalam lead, serta menambahkan atau menguatkan hal-hal kurang penting yang tidak diungkapkan dalam lead.
Untuk gaya penulisan, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan, agar fakta yang kita sampaikan bisa lebih jelas dan rinci, diantaranya: tulisan harus spesifik, (termasuk identitas orang, nama tempat, dan istilah), penggunaan kalimat aktif dan pasif harus tepat, alinea dibuat pendek.
Kemudian, angka di awal kalimat juga patut dihindari, memperhatikan ejaan, susunan kalimat, dan tata bahasa. Unsur-unsur yang diperlukan untuk tulisan yang efektif adalah: kecermatan dan organisasi dalam berita, diksi dan tata bahasa yang tepat, prinsip hemat, serta daya hidup (vitalitas), warna, dan imajinasi dalam berita tersebut.
Buku Teknik Penulisan Feature karya Andi Baso Mappatoto juga sedikit menyinggung straight news yang disebut juga berita lempang. Berita lempang adalah laporan tentang peristiwa fisik dan intelektual, misalnya bencana alam dan pendapat seseorang yang aktual, dan ditulis menurut rumus wajib 5W+1H dengan struktur piramida terbalik. Berita lempang dilaporkan secepat dan seobyektif mungkin dan hanya memiliki fungsi informatif mengingat isinya yang singkat-padat-jelas.
Berita Khas
Cara penyajian feature menggunakan gaya penulisan berkisah dan humor, tidak mengutamakan aktualitas dan pentingnya informasi yang disajikan. AS Haris Sumadiria mendefinisikan feature sebagai cerita khas kreatif yang berpijak pada jurnalistik sastra tentang suatu situasi, keadaan, atau aspek kehidupan, dengan tujuan untuk memberikan informasi dan sekaligus menghibur khalayak media massa.
Penulisan feature tidak tunduk kepada kaidah pola piramida terbalik dengan rumus 5W+1H atau cara penyusunan pesan secara deduktif seperti halnya straight news. Tapi bukan berarti kita boleh mencampurkan fakta-fakta dalam feature dengan cerita fiktif, karena karya feature pun tetap harus mengandung semua unsur yang terdapat dalam 5W+1H. Perbedaannya, feature disajikan melalui gaya bertutur kisah yang kreatif informal.
Kekhasan sifatnya inilah yang membuat kedudukan feature sangat penting di media massa. Fungsinya: sebagai pelengkap sekaligus variasi berita langsung, memberikan informasi serta nilai dan makna suatu peristiwa atau keadaan, penghibur dan pengembang imajinasi, dan sebagai sarana ekspresi paling efektif dalam memengaruhi khalayak.
Septiawan Santana, seperti dikutip Haris mengungkapkan bahwa feature memiliki empat ciri utama. Yang pertama adalah penyusunan adegan, di mana laporan disusun menggunakan teknik bercerita adegan demi adegan, membawa pembaca ke dalam situasi tersebut. Kedua, dengan mencatat dialog utuh untuk menampilkan karakter para tokoh yang terlibat, sekaligus memancing keingintahuan pembaca. Selanjutnya, jurnalis bisa menulis melalui sudut pandang orang ketiga. Pembaca dilibatkan, diajak berada dalam setiap situasi emosi dan pengalaman yang terjadi. Keempat, penulis perlu mencatat detail seperti kebiasaan, pakaian, makanan, serta pandangan-pandangan lain yang bersifat sekilas.
Sebagai sebuah cerita objektif yang menarik bagi pembaca, feature dibangun dengan berpijak kepada unsur-unsur pokok, meliputi: tema, sudut pandang, karakter, plot, gaya, suasana, dan lokasi peristiwa. Sama seperti unsur-unsur yang terdapat dalam cerita pendek. Bedanya, kalau cerpen mengangkat realitas fiktif imajinatif, maka feature menceritakan realitas faktual objektif.
Feature memiliki susunan rangka cerita yang terdiri atas tiga bagian: pembukaan, penceritaan, dan penutup. Berbeda dengan straight news yang menggunakan pola piramida terbalik, feature tidak kaku harus ditulis demikian. Menulis feature berarti berkisah, dan itu menuntut kreativitas. Bagian penutup sama pentingnya dengan bagian intro maupun isi, tergantung bagaimana penulis dapat mengemasnya.
Topik harus dibuat semenarik mungkin, sebagai titik awal keberangkatan ide penulis. Setelah menentukan topik, penulis bisa memulai tulisan dengan sebuah intro. Intro sama dengan lead, paragraf pertama dalam straight news yang berfungsi mengail pembaca. Jika pembaca sudah tertarik pada intro, bisa dipastikan ia akan penasaran untuk melanjutkan bacaannya hingga selesai. Intro harus dibuat ringkas, namun tetap segar dan bernyawa. Begitupun halnya dengan penutup.
Menurut Asep Syamsul M. Romli dalam buku Jurnalistik Terapan, feature adalah jenis tulisan di media massa yang memfokuskan pada segi (angle) tertentu sebuah peristiwa dan menonjolkannya. Sifat tulisannya lebih bersifat menghibur dan menjelaskan masalah daripada sekadar menginformasikan. Ia banyak mengungkapkan unsur how dan why sebuah peristiwa sehingga mampu menyentuh sisi human interest. Karena itulah feature berumur panjang. Feature termasuk dalam aliran “New Journalism”, yaitu teknik penulisan karya jurnalistik bergaya sastra, memerlukan gabungan dari keterampilan laporan interpretatif dengan teknik penulisan karya fiksi.
Feature memiliki enam sifat pokok: faktual, menerangkan masalah (bukan melaporkan dengan segera), berumur panjang, mengandung segi human interest, mengandung unsur sastra, dan menggunakan lead atraktif. Ada sepuluh jenis feature, yang memiliki daya tarik dan kekhasannya masing-masing, yaitu: bright, feature berita, feature artikel, feature biografi (profil), feature human interest, feature pengalaman pribadi, feature perjalanan atau petualangan, feature sejarah, feature promosi, dan feature petunjuk praktis.
Mengenai feature, buku Jurnalistik: Teori dan Praktik karya Hikmat dan Purnama Kusumaningrat menyebutnya sebagai bukan sekadar berita faktual, melainkan berita yang dibuat semenarik mungkin dengan dibubuhi sentuhan perasaan manusia. Feature dimuat bukan karena penting, tapi karena menarik. Jenis-jenis berita yang lazim disebut feature: berita human interest sederhana, berita hari kedua (sidebars), berita feature, berita latar belakang (interpretatif), dan berita berwarna. Berita human interest paling sering digunakan sebagai feature. Disebutkan juga pentingnya memberikan warna kepada berita, sebagai bumbu yang menjadikan berita itu lebih berkesan di hati pembaca.
Jika penulisan straight news menggunakan prinsip piramida terbalik, maka penulisan feature, menurut Asep M. Romli, menggunakan prinsip kerucut terbalik. Ia tidak harus menempatkan fakta terpenting di bagian awal. Komposisinya: head (judul), lead (teras, intro), bridge (jembatan antara lead dan body), body (isi tulisan), ending (penutup).
Judul berita dan lead harus dibuat semenarik mungkin. Dalam buku ini juga disebutkan macam-macam lead, kebanyakan sama saja seperti yang diuraikan dalam buku lain, tapi ada juga yang berbeda: teras analogi, teras kalimat pendek, teras figuratif, teras literer, teras pasak, teras tiruan bunyi, teras dialog, teras filosofis, dan teras kumulatif. Sebuah cerita feature mendorong terciptanya suatu penyelesaian, klimaks, atau akhir cerita. Oleh karena itu, ekor sebuah feature pun tak boleh diremehkan. Sebuah penutup yang menarik akan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.
Buku Teknik Penulisan Feature karya Andi Baso Mappatotto, seperti judulnya, secara khusus membahas mengenai feature. Ia mendefinisikan feature dengan begitu panjang dan rumit, yaitu: karangan lengkap nonfiksi bukan berita lempang dalam media massa yang tak tentu panjangnya, dipaparkan secara hidup sebagai pengungkapan daya kreativitas kadang-kadang dengan sentuhan subyektivitas pengarang terhadap peristiwa, situasi, aspek kehidupan, dengan tekanan pada daya pikat manusiawi untuk mencapai tujuan memberitahu, menghibur, mendidik, dan meyakinkan pembaca.
Ada beberapa teknik yang harus diperhatikan dalam menulis feature. Pertama gaya tuturan cerita. Pada dasarnya penulis feature adalah penutur cerita yang mampu menggunakan imajinasi, kreativitas, serta kemahiran berbahasanya untuk membangkitkan keingintahuan pembaca, memainkan emosi mereka. Untuk bisa membuat feature yang menyentuh, persiapannya dimulai dari sebelum menulis.
Sebelum menulis, penulis feature harus peka terhadap keadaan di sekitarnya. Mungkin hal-hal tidak penting, seperti pasar kaget, sopir mikrolet yang sudah tua renta, orang kaya mendadak, dan sebagainya. Bagaimana ia mengangkat sisi lain dari peristiwa yang biasa menjadi karangan bernilai. Banyak cara untuk memeroleh bahan karangan, seperti dengan observasi dan wawancara. Setelah itu, bahan-bahan yang sudah didapat ditelaah kembali, untuk kemudian menentukan topik dan gagasan sentral.
Gagasan sentral yang dirumuskan dalam satu kalimat disebut teras (lead) yang kemudian akan diuraikan sebagai tubuh. Andi Baso Mappatoto menyatakan bahwa lead adalah jiwa-raga karangan. Gagasan sentral ini selalu ditulis dengan kalimat generatif yang menarik perhatian. Menarik-tidaknya sebuah lead dikembalikan lagi kepada nilai-nilai berita, seperti kebaruan, kedekatan, dan keanehan. Tema perlu diukur dari kesatuannya (unity), rincian (development), dan keaslian (originality).
Tubuh karangan sendiri baiknya dituturkan dengan urutan yang tertib, masuk akal, dengan gaya cerita yang menurut bentuk piramida atau piramida terbalik, segi empat, atau struktur kronologis. Kalau teras diibaratkan “jiwa-raga” karangan, maka tubuh layaknya setelan baju dan aksesori yang mencerminkan keadaan jiwa-raga. Beberapa pola paragraf yang digunakan untuk menjaga ketertiban susunan karangan di antaranya: tematik, spiral, dan blok. Karangan dapat disusun berdasarkan susunan waktu (kronologis), susunan kronologis, susunan dari umum ke khusus, dan susunan dari khusus ke umum.
Karangan harus diakhiri dengan tulisan penutup, yang mengisyaratkan bahwa karangan sudah lengkap. Bantuk-bentuk penutup di antaranya: ringkasan, klimaks, tanpa akhir, dan penutup yang menyengat. Semua bagian ini perlu dikemas dalam gaya bahasa yang mengalir secara alamiah, segar dan hidup. Koherensi, kohesi, dan kesatuan karangan juga harus dijaga untuk memelihara perhatian pembaca.
Bentuk-bentuk karangan khas yang diuraikan dalam buku ini, tak berbeda dengan buku lain: news feature/sidebars, sejarah, perayaan, sosok pribadi, human interest, latar belakang, pembuka tabir, dan feature perjalanan. Selain itu, ada juga kelompok feature argumentasi, diantaranya: karangan ilmu pengetahuan populer, berita analisis, laporan mendalam, serta tuntunan keterampilan.
Buku Seandainya Saya Wartawan Tempo lebih menarik lagi. Sebagai sebuah majalah feature terkemuka di Indonesia, kredibilitas Tempo tercermin lewat buku ini. Buku karya Goenawan Mohamad ini merupakan adaptasi dari buku Feature Writing for Newspapers (Daniel R. Williamson). Buku ini berisi tips dan trik dalam membuat laporan berita yang menarik untuk media massa cetak, khususnya feature. Alih-alih memuat tips-tips keterampilan menulis yang bersifat menggurui, penulis justru menghidupkan imajinasi pembaca, membantu pembaca mengidentifikasikan diri sebagai wartawan sungguhan yang sedang melakukan reportase, menulis laporan, sampai ketika ia berhadapan dengan editor.
Dalam buku ini feature didefinisikan sebagai artikel yang kreatif, kadang-kadang subjektif, yang dimaksudkan untuk menghibur dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan. Dari pengertian di atas, ada sejumlah ide pokok yang menjadi unsur-unsur feature, yaitu: kreativitas yang menjadi modal awal reporter dalam “menciptakan” sebuah cerita. Kedua, emosi dan pikiran penulis dapat masuk dalam laporannya, kemudian harus informatif, dan menghibur. Tulisan feature bisa ditulis panjang, seperti umurnya yang juga panjang dan tidak mudah basi.
Semua tulisan dalam buku ini dikemas dalam bahasa jurnalistik feature yang segar. Satu catatan penting, feature tetap merupakan sebuah berita yang berlandaskan fakta, tidak boleh ada rekayasa. Oleh karena itu, akurasi, ketepatan pengumpulan informasi, pengejaan dan pemakaian kata, penggunaan buku pedoman, serta pengecekan ulang terhadap laporan adalah modal-modal penting penulisan yang dimaksud dalam bab ini.
Seorang wartawan penulis feature punya empat senjata yang biasa digunakan untuk menaklukkan pembaca yang kurang bersemangat. Pembaca yang sejak awal telah diidentifikasikan oleh penulis sebagai calon wartawan profesional, diminta menggerakkan empat hal pokok: fokus, deskripsi, anekdot, dan kutipan untuk menghidupkan lukisan kata-katanya. Selain empat senjata di atas, wartawan juga harus mampu mengembangkan kreativitasnya untuk bisa membuat feature dari sisi yang lebih menarik.
Buku Seandainya Saya Wartawan Tempo secara keseluruhan memang lebih banyak membahas mengenai feature, dan dibandingkan dengan buku-buku lain, bagi saya, buku ini juaranya. Teknik penulisan feature tak hanya dijabarkan melalui teori-teori, tetapi keseluruhan isi buku ini ditulis menggunakan gaya bertutur yang menarik, seperti halnya feature.
Menurut AS Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia, straight news adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when, where, why, dan how (5W+1H). Sedangkan berita khas disebutnya sebagai feature story. Dalam feature, penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya, sebagai menu penunjang media massa.
Berita langsung mengejar aktualitas dan kepentingan, sedangkan feature mementingkan segi menarik atau tidaknya suatu tulisan. Oleh karena itu, berita langsung harus menggunakan struktur piramida terbalik, di mana fakta-fakta disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. Demikian pembahasan mengenai straight news dalam buku Jurnalistik Indonesia yang entah mengapa jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pembahasan mengenai feature.
Asep Syamsul M. Romli dalam buku Jurnalistik Terapan mendefinisikan berita langsung sebagai laporan peristiwa yang ditulis secara singkat, padat, lugas, dan apa adanya. Berita langsung bersifat kering, tanpa dibumbui subjektivitas wartawan. Berita langsung dibagi menjadi dua jenis: hard news dan soft news. Perbedaannya, aktualitas dan kepentingan soft news berada setingkat di bawah hard news.
Sebuah berita harus mencakup fakta dan data sebuah peristiwa, dan mengandung unsur-unsur 5W+1H. Dalam straight news, teknik penulisan yang lazim digunakan berbentuk piramida terbalik, yaitu berdasarkan tingkat kepentingannya. Struktur ini memungkinkan efisiensi waktu bagi pembaca, yang bisa langsung mengetahui inti berita melalui paragraf pertama. Bentuk ini juga memudahkan editor untuk melakukan cutting naskah jika space yang tersedia tidak cukup untuk memuat seluruh bagian berita.
Komposisi tulisan terdiri dari empat bagian: headline (judul berita), dateline (waktu dan tempat), lead (teras berita), dan news body (isi berita). Semua unsur ini kunci penulisannya terdapat pada rumus 5W+1H. Tetapi ada juga lead non 5W+1H, seperti lead kesimpulan, lead berita pernyataan, lead kutipan, lead kontras, dan lead jeritan. Sebelum menulis unsur-unsur ini, wartawan harus menentukan sudut pandang terlebih dahulu terhadap sebuah peristiwa. Penentuan angle memudahkan tahap-tahap selanjutnya.
Buku Jurnalistik: Teori dan Praktik karya Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat memuat sebuah ungkapan menarik, yaitu jurnalisme sebagai “literature in a hurry”, kesusastraan yang terburu-buru. Teknik-teknik penulisan berita –terutama berita langsung- memang mengacu pada kecepatan ini, namun tetap harus dibuat semenarik mungkin. Hikmat dan Purnama juga masih menggunakan struktur penulisan berbentuk piramida terbalik sebagai acuan penulisan straight news, seperti yang tertulis dalam literatur jurnalistik lainnya. Lead, yang mampu mencerminkan keseluruhan isi berita menjadi perhatian utama dalam piramida ini,.
Meskipun lead memiliki sejumlah keuntungan praktis, justru lead itulah bagian tersulit dalam menulis berita. Karena lead harus dibuat semenarik mungkin, atau pembaca tidak akan tertarik untuk mengikuti sampai habis. Selain menarik, lead juga harus cukup jelas dan ringkas. Ada beberapa jenis lead menurut buku ini: lead menonjok, lead deskriptif, lead kontras, lead bertanya, lead kutipan, lead kepenasaran kumulatif, lead berurutan, lead parodi, lead epigram, lead tersendat-sendat, lead ledakan, lead dialog, dan lead sapaan.
Setelah lead, ada proses penyusunan fakta-fakta secara logis, yang mengemukakan isi berita. Pengaturan materi berita secara kronologis ini memungkinkan pembaca memahami inti berita tanpa ada distorsi dalam menafsirkan arti berita secara keseluruhan. Singkatnya, tubuh berita berfungsi menguraikan ide-ide pokok dalam lead, serta menambahkan atau menguatkan hal-hal kurang penting yang tidak diungkapkan dalam lead.
Untuk gaya penulisan, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan, agar fakta yang kita sampaikan bisa lebih jelas dan rinci, diantaranya: tulisan harus spesifik, (termasuk identitas orang, nama tempat, dan istilah), penggunaan kalimat aktif dan pasif harus tepat, alinea dibuat pendek.
Kemudian, angka di awal kalimat juga patut dihindari, memperhatikan ejaan, susunan kalimat, dan tata bahasa. Unsur-unsur yang diperlukan untuk tulisan yang efektif adalah: kecermatan dan organisasi dalam berita, diksi dan tata bahasa yang tepat, prinsip hemat, serta daya hidup (vitalitas), warna, dan imajinasi dalam berita tersebut.
Buku Teknik Penulisan Feature karya Andi Baso Mappatoto juga sedikit menyinggung straight news yang disebut juga berita lempang. Berita lempang adalah laporan tentang peristiwa fisik dan intelektual, misalnya bencana alam dan pendapat seseorang yang aktual, dan ditulis menurut rumus wajib 5W+1H dengan struktur piramida terbalik. Berita lempang dilaporkan secepat dan seobyektif mungkin dan hanya memiliki fungsi informatif mengingat isinya yang singkat-padat-jelas.
Berita Khas
Cara penyajian feature menggunakan gaya penulisan berkisah dan humor, tidak mengutamakan aktualitas dan pentingnya informasi yang disajikan. AS Haris Sumadiria mendefinisikan feature sebagai cerita khas kreatif yang berpijak pada jurnalistik sastra tentang suatu situasi, keadaan, atau aspek kehidupan, dengan tujuan untuk memberikan informasi dan sekaligus menghibur khalayak media massa.
Penulisan feature tidak tunduk kepada kaidah pola piramida terbalik dengan rumus 5W+1H atau cara penyusunan pesan secara deduktif seperti halnya straight news. Tapi bukan berarti kita boleh mencampurkan fakta-fakta dalam feature dengan cerita fiktif, karena karya feature pun tetap harus mengandung semua unsur yang terdapat dalam 5W+1H. Perbedaannya, feature disajikan melalui gaya bertutur kisah yang kreatif informal.
Kekhasan sifatnya inilah yang membuat kedudukan feature sangat penting di media massa. Fungsinya: sebagai pelengkap sekaligus variasi berita langsung, memberikan informasi serta nilai dan makna suatu peristiwa atau keadaan, penghibur dan pengembang imajinasi, dan sebagai sarana ekspresi paling efektif dalam memengaruhi khalayak.
Septiawan Santana, seperti dikutip Haris mengungkapkan bahwa feature memiliki empat ciri utama. Yang pertama adalah penyusunan adegan, di mana laporan disusun menggunakan teknik bercerita adegan demi adegan, membawa pembaca ke dalam situasi tersebut. Kedua, dengan mencatat dialog utuh untuk menampilkan karakter para tokoh yang terlibat, sekaligus memancing keingintahuan pembaca. Selanjutnya, jurnalis bisa menulis melalui sudut pandang orang ketiga. Pembaca dilibatkan, diajak berada dalam setiap situasi emosi dan pengalaman yang terjadi. Keempat, penulis perlu mencatat detail seperti kebiasaan, pakaian, makanan, serta pandangan-pandangan lain yang bersifat sekilas.
Sebagai sebuah cerita objektif yang menarik bagi pembaca, feature dibangun dengan berpijak kepada unsur-unsur pokok, meliputi: tema, sudut pandang, karakter, plot, gaya, suasana, dan lokasi peristiwa. Sama seperti unsur-unsur yang terdapat dalam cerita pendek. Bedanya, kalau cerpen mengangkat realitas fiktif imajinatif, maka feature menceritakan realitas faktual objektif.
Feature memiliki susunan rangka cerita yang terdiri atas tiga bagian: pembukaan, penceritaan, dan penutup. Berbeda dengan straight news yang menggunakan pola piramida terbalik, feature tidak kaku harus ditulis demikian. Menulis feature berarti berkisah, dan itu menuntut kreativitas. Bagian penutup sama pentingnya dengan bagian intro maupun isi, tergantung bagaimana penulis dapat mengemasnya.
Topik harus dibuat semenarik mungkin, sebagai titik awal keberangkatan ide penulis. Setelah menentukan topik, penulis bisa memulai tulisan dengan sebuah intro. Intro sama dengan lead, paragraf pertama dalam straight news yang berfungsi mengail pembaca. Jika pembaca sudah tertarik pada intro, bisa dipastikan ia akan penasaran untuk melanjutkan bacaannya hingga selesai. Intro harus dibuat ringkas, namun tetap segar dan bernyawa. Begitupun halnya dengan penutup.
Menurut Asep Syamsul M. Romli dalam buku Jurnalistik Terapan, feature adalah jenis tulisan di media massa yang memfokuskan pada segi (angle) tertentu sebuah peristiwa dan menonjolkannya. Sifat tulisannya lebih bersifat menghibur dan menjelaskan masalah daripada sekadar menginformasikan. Ia banyak mengungkapkan unsur how dan why sebuah peristiwa sehingga mampu menyentuh sisi human interest. Karena itulah feature berumur panjang. Feature termasuk dalam aliran “New Journalism”, yaitu teknik penulisan karya jurnalistik bergaya sastra, memerlukan gabungan dari keterampilan laporan interpretatif dengan teknik penulisan karya fiksi.
Feature memiliki enam sifat pokok: faktual, menerangkan masalah (bukan melaporkan dengan segera), berumur panjang, mengandung segi human interest, mengandung unsur sastra, dan menggunakan lead atraktif. Ada sepuluh jenis feature, yang memiliki daya tarik dan kekhasannya masing-masing, yaitu: bright, feature berita, feature artikel, feature biografi (profil), feature human interest, feature pengalaman pribadi, feature perjalanan atau petualangan, feature sejarah, feature promosi, dan feature petunjuk praktis.
Mengenai feature, buku Jurnalistik: Teori dan Praktik karya Hikmat dan Purnama Kusumaningrat menyebutnya sebagai bukan sekadar berita faktual, melainkan berita yang dibuat semenarik mungkin dengan dibubuhi sentuhan perasaan manusia. Feature dimuat bukan karena penting, tapi karena menarik. Jenis-jenis berita yang lazim disebut feature: berita human interest sederhana, berita hari kedua (sidebars), berita feature, berita latar belakang (interpretatif), dan berita berwarna. Berita human interest paling sering digunakan sebagai feature. Disebutkan juga pentingnya memberikan warna kepada berita, sebagai bumbu yang menjadikan berita itu lebih berkesan di hati pembaca.
Jika penulisan straight news menggunakan prinsip piramida terbalik, maka penulisan feature, menurut Asep M. Romli, menggunakan prinsip kerucut terbalik. Ia tidak harus menempatkan fakta terpenting di bagian awal. Komposisinya: head (judul), lead (teras, intro), bridge (jembatan antara lead dan body), body (isi tulisan), ending (penutup).
Judul berita dan lead harus dibuat semenarik mungkin. Dalam buku ini juga disebutkan macam-macam lead, kebanyakan sama saja seperti yang diuraikan dalam buku lain, tapi ada juga yang berbeda: teras analogi, teras kalimat pendek, teras figuratif, teras literer, teras pasak, teras tiruan bunyi, teras dialog, teras filosofis, dan teras kumulatif. Sebuah cerita feature mendorong terciptanya suatu penyelesaian, klimaks, atau akhir cerita. Oleh karena itu, ekor sebuah feature pun tak boleh diremehkan. Sebuah penutup yang menarik akan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.
Buku Teknik Penulisan Feature karya Andi Baso Mappatotto, seperti judulnya, secara khusus membahas mengenai feature. Ia mendefinisikan feature dengan begitu panjang dan rumit, yaitu: karangan lengkap nonfiksi bukan berita lempang dalam media massa yang tak tentu panjangnya, dipaparkan secara hidup sebagai pengungkapan daya kreativitas kadang-kadang dengan sentuhan subyektivitas pengarang terhadap peristiwa, situasi, aspek kehidupan, dengan tekanan pada daya pikat manusiawi untuk mencapai tujuan memberitahu, menghibur, mendidik, dan meyakinkan pembaca.
Ada beberapa teknik yang harus diperhatikan dalam menulis feature. Pertama gaya tuturan cerita. Pada dasarnya penulis feature adalah penutur cerita yang mampu menggunakan imajinasi, kreativitas, serta kemahiran berbahasanya untuk membangkitkan keingintahuan pembaca, memainkan emosi mereka. Untuk bisa membuat feature yang menyentuh, persiapannya dimulai dari sebelum menulis.
Sebelum menulis, penulis feature harus peka terhadap keadaan di sekitarnya. Mungkin hal-hal tidak penting, seperti pasar kaget, sopir mikrolet yang sudah tua renta, orang kaya mendadak, dan sebagainya. Bagaimana ia mengangkat sisi lain dari peristiwa yang biasa menjadi karangan bernilai. Banyak cara untuk memeroleh bahan karangan, seperti dengan observasi dan wawancara. Setelah itu, bahan-bahan yang sudah didapat ditelaah kembali, untuk kemudian menentukan topik dan gagasan sentral.
Gagasan sentral yang dirumuskan dalam satu kalimat disebut teras (lead) yang kemudian akan diuraikan sebagai tubuh. Andi Baso Mappatoto menyatakan bahwa lead adalah jiwa-raga karangan. Gagasan sentral ini selalu ditulis dengan kalimat generatif yang menarik perhatian. Menarik-tidaknya sebuah lead dikembalikan lagi kepada nilai-nilai berita, seperti kebaruan, kedekatan, dan keanehan. Tema perlu diukur dari kesatuannya (unity), rincian (development), dan keaslian (originality).
Tubuh karangan sendiri baiknya dituturkan dengan urutan yang tertib, masuk akal, dengan gaya cerita yang menurut bentuk piramida atau piramida terbalik, segi empat, atau struktur kronologis. Kalau teras diibaratkan “jiwa-raga” karangan, maka tubuh layaknya setelan baju dan aksesori yang mencerminkan keadaan jiwa-raga. Beberapa pola paragraf yang digunakan untuk menjaga ketertiban susunan karangan di antaranya: tematik, spiral, dan blok. Karangan dapat disusun berdasarkan susunan waktu (kronologis), susunan kronologis, susunan dari umum ke khusus, dan susunan dari khusus ke umum.
Karangan harus diakhiri dengan tulisan penutup, yang mengisyaratkan bahwa karangan sudah lengkap. Bantuk-bentuk penutup di antaranya: ringkasan, klimaks, tanpa akhir, dan penutup yang menyengat. Semua bagian ini perlu dikemas dalam gaya bahasa yang mengalir secara alamiah, segar dan hidup. Koherensi, kohesi, dan kesatuan karangan juga harus dijaga untuk memelihara perhatian pembaca.
Bentuk-bentuk karangan khas yang diuraikan dalam buku ini, tak berbeda dengan buku lain: news feature/sidebars, sejarah, perayaan, sosok pribadi, human interest, latar belakang, pembuka tabir, dan feature perjalanan. Selain itu, ada juga kelompok feature argumentasi, diantaranya: karangan ilmu pengetahuan populer, berita analisis, laporan mendalam, serta tuntunan keterampilan.
Buku Seandainya Saya Wartawan Tempo lebih menarik lagi. Sebagai sebuah majalah feature terkemuka di Indonesia, kredibilitas Tempo tercermin lewat buku ini. Buku karya Goenawan Mohamad ini merupakan adaptasi dari buku Feature Writing for Newspapers (Daniel R. Williamson). Buku ini berisi tips dan trik dalam membuat laporan berita yang menarik untuk media massa cetak, khususnya feature. Alih-alih memuat tips-tips keterampilan menulis yang bersifat menggurui, penulis justru menghidupkan imajinasi pembaca, membantu pembaca mengidentifikasikan diri sebagai wartawan sungguhan yang sedang melakukan reportase, menulis laporan, sampai ketika ia berhadapan dengan editor.
Dalam buku ini feature didefinisikan sebagai artikel yang kreatif, kadang-kadang subjektif, yang dimaksudkan untuk menghibur dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan. Dari pengertian di atas, ada sejumlah ide pokok yang menjadi unsur-unsur feature, yaitu: kreativitas yang menjadi modal awal reporter dalam “menciptakan” sebuah cerita. Kedua, emosi dan pikiran penulis dapat masuk dalam laporannya, kemudian harus informatif, dan menghibur. Tulisan feature bisa ditulis panjang, seperti umurnya yang juga panjang dan tidak mudah basi.
Semua tulisan dalam buku ini dikemas dalam bahasa jurnalistik feature yang segar. Satu catatan penting, feature tetap merupakan sebuah berita yang berlandaskan fakta, tidak boleh ada rekayasa. Oleh karena itu, akurasi, ketepatan pengumpulan informasi, pengejaan dan pemakaian kata, penggunaan buku pedoman, serta pengecekan ulang terhadap laporan adalah modal-modal penting penulisan yang dimaksud dalam bab ini.
Seorang wartawan penulis feature punya empat senjata yang biasa digunakan untuk menaklukkan pembaca yang kurang bersemangat. Pembaca yang sejak awal telah diidentifikasikan oleh penulis sebagai calon wartawan profesional, diminta menggerakkan empat hal pokok: fokus, deskripsi, anekdot, dan kutipan untuk menghidupkan lukisan kata-katanya. Selain empat senjata di atas, wartawan juga harus mampu mengembangkan kreativitasnya untuk bisa membuat feature dari sisi yang lebih menarik.
Buku Seandainya Saya Wartawan Tempo secara keseluruhan memang lebih banyak membahas mengenai feature, dan dibandingkan dengan buku-buku lain, bagi saya, buku ini juaranya. Teknik penulisan feature tak hanya dijabarkan melalui teori-teori, tetapi keseluruhan isi buku ini ditulis menggunakan gaya bertutur yang menarik, seperti halnya feature.
Komentar
Posting Komentar