Postingan

Menampilkan postingan dengan label Perempuan

Lika Liku Kulitku

Sejak remaja, aku mengalami berbagai masalah kulit wajah. Jerawat langganan banget, terutama jelang haid tuh pasti mentul-mentul di pipi. Flek hitam bekasnya susah hilang. Kurangnya pengetahuan dan tangan yang gemes menjadikan jerawatku berbekas dan meninggalkan luka parut. Kulitku acne prone, kusam karena berminyak, komedo, dan bekas jerawat silih berganti, aku tak pernah percaya diri bercermin.  Ada lho, masa di mana aku menggunakan make up untuk menutupi kondisi kulitku. Concealer , bahkan foundation dengan coverage mumpuni aku gunakan hampir setiap hari. Ini semasa aku meninggalkan Jatinangor untuk magang di Jakarta. Tetapi, karena kondisi kulitku yang buruk, make up pun tidak tahan lama, istilahnya "blentang-blentong". Kebayang, siang-siang terik berpolusi di Jakarta, aku berkeringat dan kulitku berminyak. Setiap kali wudhu, setiap kali bercermin, aku merasa harus sering-sering touch up. Itu sangat-sangat membuang waktu. Sebenarnya aku ini anak yang tomboy dan anti...

Menyapih Aidan

Menyusui menjadi momen membangun ikatan antara ibu dan anak. Tidak semudah kelihatannya, menyusui juga punya banyak tantangan. Puting lecet, payudara bengkak, kalau soal bentuk udah jangan ditanya. Semakin besar si anak bisa menyusu dengan berbagai gaya. Ngeri-ngeri sedap.      Aku menyusui Ali sampai usianya 30 bulan. Ya, molor banget memang. Proses nyapihnya maju mundur. Bahkan dia sudah lebih dulu lulus toilet training dan bisa naik sepeda roda dua sebelum berhasil disapih. Semata karena aku nggak tega, dan semakin besar, semakin susah dibilangin, semakin berat digendong. Sehingga seringnya aku mengambil jalan mudah: susui lagi. Gitu aja terus, walaupun sounding -nya udah dari lama, tapi nggak berhasil-berhasil karena aku nggak tega. Atau capek.      Setelah akhirnya bisa disapih, aku langsung ngetawain diri sendiri dan bilang, “Kenapa gak dari dulu aja?” Haha. Ya karena ternyata enak banget udah disapih tuh. Bisa tidur sendiri tanpa dikelonin. Kit...

Problema Tahun Kelima

Romantisisme menggambarkan pernikahan sebagai akhir dari kisah indah “…and they lived happily ever after…” seolah pergulatan dan segala nestapa berhenti di sana. Padahal, realitanya pernikahan adalah awal dari sebuah perjalanan baru yang tentu saja akan penuh liku. “Hell is other people”  - Jean Paul Sartre - Teringat masa-masa paling indah saat menjadi anak kosan, hidup di dalam satu kamar punya sendirian, mau naro baju di mana, bangun jam berapa, di kamar mandi berapa lama, seharian nonton pilem aja ga ngapa-ngapain juga terserah. Bebash.  Setelah menikah, ada orang lain yang masuk dalam kehidupanmu. Mengubah prioritasmu. Membuatmu tidak punya waktu untuk dirimu sendiri. Suami, anak satu, anak dua. Mereka semua hadir dan memaksamu bertumbuh, mau tidak mau, siap tidak siap. Is it a good thing? YES ! But it is never easy.  Alih-alih romantisisme “…happily ever after… just the two of us…” yang lebih relevan adalah kata-katanya Patkai: “Begitulah Cinta… deritanya tiada akh...

Aidan's Birth Story

Tadinya aku dan Abang merencanakan jarak yang jauh untuk adiknya Ali. Inginnya saat dia berumur 5 tahun, baru program lagi. Tapi di usia 3 tahun ini, Ali sudah mulai nyari temen. Sering bilang sedih, sepi, bosen, kangen ibu, kangen yai, kangen ayah. Trus kalau dipikir2 lagi, punya anak dengan jarak yg tidak terlalu jauh itu diharapkan mereka bisa jadi teman sepermainan dengan basic didikan dan kebiasaan yang sama. Kalau jarak terlalu jauh, biasanya anak akan punya peer group sendiri-sendiri, sehingga gak dekat antar saudara kandung. Saat positif hamil, aku lagi senang2nya bersepeda bareng Abang dan Ali. Ke kota, taman, menyusuri anak sungai. Sampai suatu hari, perutku terasa kram dan aku merasa eneg saat bersepeda. Diajak makan pun ngga enak. Aku belum ngeh kalau telat haid. Dan rasa2nya masih menerapkan KB tendang, haha... Beberapa hari ku merasa ga enak badan, meriang, bahkan hoek2 di pagi hari, aku pun testpack dan hasilnya positif hamil. Hitunganku, sudah usia 7 minggu. Saat kuka...

Patriarki Sehari-hari~

Aku belom pernah nulis ya tentang kampung halaman suamiku, di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Itu jauuuuh banget. Dari Makassar masih harus naik bus 12 jam. Pertama kali ke sana waktu lebaran 2014, dua bulan setelah kami menikah. Seru sih, mengunjungi tempat baru, mengenal budaya baru. Aku suka alamnya, orang-orangnya, kulinernya. Tapi ada satu hal yang aku gak suka banget di sini: budaya patriarkinya. Terasa banget tiap lebaran, saat kita saling silaturahmi ke rumah kerabat satu kampung. Dan suasana yang di setting hampir selalu sama: orang lelaki duduk di sofa, ruang tamu. Dengan sajian kue-kue di toples cantik, es sirup, ngobrol sambil merokok. Kaum perempuan bersama anak-anak kecil diarahkan ke ruang belakang alias dapur, duduk lesehan di atas karpet, dengan kue-kue yang tersaji di atas piring, air putih di gelas kemasan plastik, sambil sesekali dipanggil suami yang minta diambilin onoh-inih. Ambilin asbak lah. Bikinin kopi lah. Nyiapin makan. Kobokan. Kobokan meeennn... Oh wow. Ku ...

Dua Tahun Menata Hati

Gambar
Tidak banyak yang tahu bahwa dua tahun terakhir aku mengalami pergulatan batin yang luar biasa. Aku menepi dari keramaian, semata-mata karena aku merasa kehilangan pijakan. Semua bermula semenjak aku memutuskan resign dari pekerjaanku sebagai wartawan Majalah Ummi dan banting setir jadi ibu rumah tangga. Pada waktu itu alasanku resign adalah karena: capek. Aku sering sakit. Nggak ada visi dan alasan yang cukup mapan tentang mengapa aku harus di rumah. Tadinya kupikir segalanya akan jadi lebih mudah. Ternyata, pergantian rutinitas dan peran ini bikin aku shock. Mungkin semacam post power syndrome ya. Hehe. Dari yang tadinya bebassss banget jadi jurnalis wara-wiri ke sana ke mari, perempuan mandiri ke mana-mana sendiri, punya penghasilan sendiri dengan lifestyle yg lumayan konsumtif, pokoknya hidup semau-mau. Eh, tiba-tiba harus di rumahhhh aja sama bocah. Iya sih aku punya ide besar bahwa aku pengen di rumah untuk full time mendidik anak. Tapi itu ide besarnya. Realita hariannya mah. N...

Majalah Ummi: Bekerja Sambil Menyusui

Gambar
“Kamu kerja terus bayimu sama siapa?” Demikian orang bertanya. “Diurus utinya ya di Tangerang?” Enggak euy, sayang ASI-nya. Kalau pisah sama aku kan mau nggak mau Ali minum susu formula. “Diurus pengasuh?” Enggak juga, masih kecil banget, belum tega ngasih ke orang. “Lalu gimana?” Ya aku bawa bayiku ke kantor. Ikut kerja. Hah?! Emang boleh? Begitu selalu reaksi orang-orang kalau tau aku ngantor bawa bayi. Gak percaya, kemudian takjub. Memang, kantorku hebat betul, aku sangat bersyukur. Di sini aku mau sharing bagaimana kantor dan rekan-rekan kerjaku bersikap sangat suportif demi keberhasilanku memberikan ASI untuk Ali. FYI, aku bekerja sebagai reporter di Majalah UMM I  yang seruangan isinya ibu-ibu semua. Kami getol bicara soal pentingnya ASI, kesehatan anak, dan parenting, pentingnya kelekatan ibu dan bayi, masa iya nggak mendukung rekan kami sendiri yang berjuang menyusui? Alhamdulillah, kantorku memang sangat baby-friendly, lebih mirip rumah kedua buatku. Dan Al...

Merdeka dengan Hijab

Gambar
Empat tahun yang lalu, aku pernah menulis sebuah opini tentang hijab, jilbab, kerudung,apapun namanya. Postingan itu paling banyak dikomentari, bahkan hingga kini. Jadi semacam kontroversi gitu lah. Heuheu. Lupa, akhirnya kubaca ulang dengan saksama tulisan itu. Aku pengen cengar-cengir sendiri. Well . Aku adalah manusia yang hidupnya masih terus berproses. Apalagi aku tipe orang yang gampang banget berubah. Setiap tulisan di blog ini kan ada tahunnya, nah belum tentu tuh pendapatku masih sama akan suatu hal, dulu dan sekarang. Begitupun soal hijab. Ken, apa kabar hijabmu sekarang? Alhamdulillah sodara-sodara, hijabku masih nemplok! Malah sekarang hijabku kian panjang. Kalau dulu, aku suka bereksperimen aneka kreasi hijab, libet sana-sini, pake daleman ninja, jarum pentul ampe tiga, peniti, bros. Terus pake kalung. Dandan pula. Busanaku juga colorful banget dulu. Ngerasa kece pada zamannya. Sekarang? Ah elah. Keburu nangis anak gue! Iye buuu… eike udah emak-emak sekarang. Ga...

Masa Kehamilan yang Kurindukan

Gambar
Kalo ngeliatin makhluk kecil yang uget-uget di gendonganku ini, aku masih suka ga percaya bahwa 3 bulan lalu dia keluar dari dalam perutku. Sekarang aku sangat menikmati masa indah menjadi ibu. Tapi kalau diingat-ingat, masa hamil menyenangkan juga, kadang kurindukan. Mengapa?   Ketika semua orang berusaha memenuhi apapun keinginanmu. Hehe… Yang namanya hamil pasti ngidam dong. Kalaupun kamu nggak ngidam-ngidam amat, saranku manfaatkanlah masa ini untuk mengungkapkan apapun yang kamu inginkan. Pingin kelapa muda … Pingin dipijitin … Pingin ketemu sama … (ups!) Atau tengah malam, Abang lapar, mau makan bala-bala … Abang buatin es teh manis … Atau sekadar menggumam iseng, kayaknya enak banget ya makan rujak, lalu beberapa jam kemudian, jeng jeng jeng, sepiring rujak segar sudah tersedia di atas mejamu! Dari siapa? Ya siapa aja bisa, hihi… You can eat whatever you want. Selama tidak berlebihan dan tidak membahayakan kesehatan kandungan, you can eat whatever y...