Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2021

Tidak Jadi Apa-Apa

Gambar
"Mama, dulu cita-citanya jadi apa?" / Jadi wartawan, kenapa? / "Kenapa sekarang Mama nggak jadi apa-apa?" Aku tertawa tapi sebenarnya getir juga. Mama bisa jadi editor kalau nggak resign demi Ali, Nak. *** Dua kali aku merelakan karierku untuk nurut permintaan orangtua. Pertama, dulu saat sambil kuliah aku sudah kerja sebagai wartawan di Bisnis Indonesia Bandung . Tapi kemudian ibu memintaku berhenti dan fokus menyelesaikan skripsi. Lalu 5 tahun kemudian, setelah aku menikah, hamil, lalu Ali lahir, bapakku berkata, "Sekarang sudah punya anak, maka anak ini tanggung jawabmu, bukan tanggung jawab Bapak-Ibu. Mau ambil pembantu-kah, mau ditaro di day-care kah, atau kamu berhenti kerja, terserah. Pokoknya jangan dikasih ke Bapak-Ibu, Urus anakmu sendiri." Yoi, setegas dan setega itu Bapakku. Tapi bener.  Pada saat itu, kami masih tinggal di Jakarta, dan untuk mencari pengasuh bayi maupun mencari day-care yang mau mengasuh bayi usia 3 bulanan tidaklah mudah.

Tahun Ketujuh Pernikahan: Belajar Mencintai

Gambar
Tahun ini, pernikahan kami memasuki tahun ketujuh. Waktu berlalu begitu cepat, apalagi dengan adanya anak-anak. Perhatian kami sepenuhnya tertuju pada mereka, sehingga tak jarang lupa merawat cinta kami berdua. Dalam beberapa tahun terakhir, peran kami berubah dari pasangan menjadi orangtua, dari kekasih menjadi Ayah-Mama. Aku ingin kami selalu mengingat dan menemukan alasan untuk saling mencintai satu sama lain, bukan relasi yang tercipta sekadar akibat peran dan tugas bersama sebagai orang tua.   Ada orang yang menikah karena membayangkan pasangannya itu dapat menjadi ayah atau ibu yang baik bagi anak-anaknya. Memang salah satu tujuan menikah adalah memiliki keturunan. Tetapi suamiku menikahiku bukan karena itu. Sekarang sedang ramai ya, bahasan soal keputusan untuk tidak memiliki anak. Perbincangan seperti itu juga ada di masa awal pernikahanku. Dia memutuskan menikah ya karena ingin hidup denganku, tidak usah punya anak juga tidak apa-apa. Aku butuh waktu beberapa bulan untuk meyak

Mimpi Masa Kecil

Gambar
Suatu hari, di perhentian lampu merah, ada anak-anak kecil mengamen, ibu menggendong bayi yang lusuh mengemis, di bawah terik matahari dan polusi. Pemandangan yang jamak di mana-mana. Tetapi Ali keheranan. Dia bertanya, kenapa mobil-mobil tidak pada kasih uang? Kenapa tidak kita kasih uang kita untuk mereka semuanya? Kita kan masih punya uang lain di ATM? Pikiran Ali tentu saja sangat sederhana. Tetapi bisakah kamu membantuku menjawabnya dengan sederhana juga? Aku ingat, aku juga pernah punya pikiran seperti itu saat duluuuuu sekali aku pertama kalinya naik mobil ke Jakarta melewati jembatan Tomang. Aku ingat betul gambaran besarnya Mall Taman Anggrek di sebelah kiriku, dengan lima susun jembatan yang bagiku saat itu, sangat megah. Di kanan kiriku berbaris mobil yang terjebak kemacetan, tetapi anak-anak gelandangan mencoba berbagai cara untuk mengais receh. Ada yang mengamen, mengelap jendela, atau sekadar meminta-minta. Mereka kumal, kotor, tidak beralas kaki, beda jauh sekali den