Kawan Lama

21 April 2011

Sore ini aku akan menemui sahabat lamaku. Kami janjian di Malang Town Square. Malam ini aku berencana nginep di kosannya. Biar kuperkenalkan dulu kepada kalian.

Namanya Ulfah Fatmala Rizky, tapi semua orang memanggilnya Uphay. Kayaknya memang lebih pas dipanggil Uphay daripada Ulfah, hahaha… Ia adik kelasku waktu di SMP dulu. Kelar SMP, kami nggak pernah ketemu lagi. Uphay sekarang kuliah di Universitas Brawijaya Malang, Fakultas Ilmu Administrasi.

Enam tahun nggak ketemu, aku nggak melihat banyak perubahan. Dia masih tetep Uphay yang tomboy, cerdas, kritis, dan pingin tau banyak hal. Aku merasa dia sangat mirip aku waktu semester 3. Punya kebebasan dan rasa ingin tahu yang benar-benar tak bisa dicegah. Haus bacaan, semua buku dilahap. Kritis dalam diskusi-diskusi. Membebaskan pikiran, sampai kadang terlalu liar sampai bingung sendiri. Pada akhirnya, semakin banyak tahu, semakin gelisah pula memikirkan semua permasalahan dunia, mulai dari sejarah, ekonomi, politik, gender, sampai agama.

Iya, persis aku dulu. Hihihi.

Lah, memang aku sekarang seperti apa? Hmm…bisa dibilang aku sudah mulai jenuh memikirkan berbagai keruwetan permasalahan di dunia ini. Kapitalisme yang mengakar, hegemoni Amerika, konspirasi-konspirasi bla bla bla… demokrasi, korupsi, media massa yang, aaaaaa… tidaaaaakk… pusing banget mikirin itu semua. Semakin banyak tau tentang itu semua, semakin aku terjebak dan merasa bersalah, lantaran aku hanya setitik buih di tengah samudera, nggak tau mesti mulai dari mana.

Ngg…oke, sori, aku nggak akan melibatkan kalian dalam kerumitan jalan pikiranku. Yang sebenarnya malas juga kuungkit-ungkit, membuatku jadi ingat sama kompleksitas permasalahan di muka bumi ini.

Tapiiiii… sepanjang sore hingga larut malam itu, Uphay terus menerus mengajakku berdiskusi tentang segala kegelisahannya (yang pernah kurasakan juga), tentang segala bentuk kekacauan di dunia. Aaaagghh…lieur aslina! Aku yang sebenarnya mulai apatis ini jadi inget lagi, jadi merasa ‘helpless’ dan ‘guilty’. Tapi yah, anak ini bersemangat banget ngajak aku diskusi, dan aku juga jadi panas lagi nih.

Pertama-tama, dia memancingku dengan film “Monalisa Smile”. Mau nggak mau, aku jadi gatel juga untuk ngomongin permasalahan gender dan feminisme, serta relevansinya dengan Kartini dan Indonesia. Sampai jam 11 malam, waktu mau tidur si Uphay menunjukkan buku yang baru ia beli sore tadi. Nggak tau apa judulnya (karena mata gue udah sepet banget), yang jelas buku tentang Mahatma Gandhi. Oke… kembali lah gue sedikit terpancing membicarakan tentang Gandhi…terus menyinggung kapitalisme dan neo-imperialisme.

Yak ampun, padahal besok kita harus berangkat dari kosan jam 5.30 pagi untuk ngejar kereta Penataran yang akan membawa kita ke Blitar! Phay, udah yuk, bobo… gue jadi laper daritadi diajakin ngomongin yang berat-berat gitu… terus dia bilang, “Oh ya lo tidur aja. Gue masih penasaran sama buku ini. Mau baca dulu.”

Zzzzzzzz… persis gue banget yang dulu sering begadang ngabisin buku. Bahkan sering terbangun jam 3 atau 4 pagi karena rasa penasaran dan ngabisin buku Tan Malaka sampe subuh. Tapi kali ini, biarlah Uphay menikmati kebebasan pikirannya, yang tak pernah mau berhenti, walaupun hanya untuk tidur sejenak. Ya, aku tau rasanya. Rasa ingin tahu yang begitu menyenangkan dan semangat yang begitu menggelora untuk membuat perubahan.

Silakan Phay, kau tuntaskan rasa penasaranmu terhadap Gandhi. Sementara aku akan menikmati mimpi indah di balik selimut. Jangan lupa, besok kita harus bangun pagi.

Komentar

Baca juga...

Lelucon yang Tidak Lucu

Melintas Garis Wallace

Perempuan Sempurna

Pantai Penggajawa, Sebuah Ironi

Boybands & Me