Bayiku Jatuh dari Ranjang!

Meski kejadian itu sudah dua bulan berlalu, tapi tiap kali mengingatnya hati masih terasa kebat-kebit. Masya Allah, bisa-bisanya bayi 1,5 bulan jatuh dari ranjang! Ibu macam apa aku ini, huhu...

Saat itu adalah hari pertamaku bertigaan aja di rumah dengan anak-anak pasca melahirkan, tanpa ada yang membantu/nemenin. Sebelumnya, ada tante dari Jawa yang menemani.

Aidan baru berumur 45 hari. Siang itu, ceritanya aku lagi gendong boboin Aidan. Lalu Ali minta makan, pengen telor ceplok pake kecap katanya. Masya Allah, sulungku ini dari pagi baru makan selembar roti, saking aku gak sempat nyuapin dia. Untungnya aku sempat masak sayur bening.

Kulihat Aidan sudah terlelap di gendongan. Pelan-pelan kuletakkan ia di kasur, di atas ranjang setinggi 50cm, lalu aku segera ke dapur. Sambil ngangetin sayur, aku nyeplok telor. Seperti biasa, Ali ambil bangku dan ikut-ikutan "bantuin" aku masak. Tak lama, terdengar Aidan nangis. Aku melongok sebentar, waduh nanggung banget lagi goreng. "Ali, tolong Nak ajak ngobrol adiknya supaya ga nangis..." Ali pun bergegas menuju kamar. Ia mengambil rattle, berusaha menghibur Aidan tapi Aidan tetap nangis. "Mama, Aidannya masih nangis," Ali menghampiriku ke dapur. Segera kubalik telor, kumatikan kompor lalu kuambil nasi. Saat aku melongok ke kamar, ya Allah... Aidan sudah ada di bawah!

Aku histeris. Aidan masih dalam posisi yg sama saat aku meletakkannya, telentang dengan kepala mengarah ke luar ranjang. Tapi dia ada di lantai, dan tidak ada karpet atau alas apapun di lantai. Ia masih menangis kencang. Aku mengangkatnya, meraba kepalanya, mencium dan memeluknya sambil nangis. Ali ikutan shock, ikutan nangis. Aku menawarkan payudaraku, tapi Aidan nggak mau, dia masih nangis kencang. Aku memeluknya sambil sesenggukan "Huhuhu... Maafin Mama Nakk..."

Eh, tiba2 Aidan berenti nangis dan ketawa! Oalah... rupanya suara tangisanku terdengar lucu baginya. Aku sedikit merasa lega, dan akupun menawarkan ASI, yang kali ini tidak ditolak Aidan. Ia minum banyak, cegluk cegluk mungkin haus karena menangis daritadi. Aku menatap matanya, ya Allah hatiku berkeping-keping. Karena kami sudah lebih tenang, aku memeriksa lebih saksama. Kepala, bahu, leher, mata. Agaknya di kepala ada tonjolan tapi aku kurang yakin apakah itu benjol atau hanya bagian dari tengkorak belakangnya yang memang belum rata. Usai menyusu cukup lama, aku menggendongnya dan dia pun gumoh. Aku yakin betul ini bukan muntah, namun aku tetap harus mencatatnya berapa kali ini terjadi pasca jatuh.

Terdengar pintu pagar terbuka. Rupanya tetangga mendengar teriakanku dan segera menghampiri. Setelah kuceritakan apa yang terjadi, mereka bilang "Insya Allah gapapa... bayi segini mah masih ditemenin malaikat..." Amin ya Allah, ampuni aku... tolong jaga Aidan...

Tetanggaku itu membantuku dengan menggendong Aidan. Aku nyuapin Ali sambil mengingat2 kronologi kejadiannya. Seburu2nya aku, rasanya gak mungkin aku naro Aidan di pinggir ranjang. Mungkin emang kurang ke tengah, tapi gak di pinggir, aku yakin betul. Trus Aidan nangis, nah, memang dari lahir dia nih tipe bayi yang nangisnya heboh banget, ngamuk, meronta-ronta, dan dia bisa bergerak angkat-angkat kaki dan punggung... semacam gerakan ulet, dan dia benar2 bisa bergeser dengan begitu. Aku mikir, gimana dia jatohnya, karena akupun nggak dengar suara "BRUK!!" padahal dapur dengan kamar jaraknya ngga jauh, dan aku meninggalkannya sebentaaaarrrr bgt mungkin hanya 3 menit. Saat Ali kusuruh ke kamar lihat adiknya, mungkin Aidan sudah bergeser tapi Ali kan nggak mungkin melapor "Mama, Aidannya makin ke pinggir," dia belum ngerti soal itu.

Duh, terpotek-potek rasanya hati ini...

Aku mencoba menelepon Abang dengan suara setenang mungkin. Dia lagi kerja, aku gak mau dia panik. "Itulah aku memang gak tenang ninggalin kamu pagi ini. Karena ngurus dua begitu memang repot banget..." Aku langsung nangis. Iya, sebagai ibu aku banyak kekurangan. Aku nggak tau gimana caranya gendong sambil masak, sambil digelayutin Ali, makanya kutaro Aidan di ranjang karena ku takut dia kecipratan minyak atau kepentok wajan. Aku bingung bagaimana ibu dan tanteku bisa melakukannya dengan santai, masak sambil gendong. Aku juga nggak bisa nyuapin Ali sambil gendong Aidan, aku harus pakai tangan yang mana. Aku merasa jadi ibu terburuk di dunia, saat sulungku laper saking aku gak sempat nyuapin dia; lalu bayi kecilku jatuh dari ranjang karena kutinggal ke dapur. "Kamu kan ninggalin Aidan untuk memenuhi kebutuhan Ali, insya Allah, Aidan dijaga," perkataan temanku menenangkan, sekaligus membuat air mataku jatuh.

Suamiku bergegas pulang, aku masih kalut. Aku tidak melepas Aidan dari dekapanku. Aku minta tolong pada adikku untuk membongkar ranjang saat itu juga, aku trauma.

Suami tiba di rumah setelah ashar, kami pun langsung menuju rumah sakit untuk memeriksakan Aidan ke dokter spesialis anak. Aidan tampak baik-baik saja, ceria, senyam-senyum tidak rewel, menyusu seperti biasa, tidak muntah atau kejang.

Aku menyampaikan semua kepada dokter dengan mata sembab. Untung aja dokternya gak nanya "Kok bisa jatuh, ibu gimana sih" kalau dokternya nanya gitu udah pasti aku sesenggukan lagi. Beliau pun memeriksa Aidan dengan teliti, cukup lama, sambil menanyakan padaku apakah sejak ia jatuh ada tanda-tanda kegawatan seperti: kejang, muntah, keluar darah atau cairan bening dari hidung dan telinga, atau apakah ada demam dan menangis rewel, tidak seperti biasanya.

Kujawab, aku tidak yakin apakah dia gumoh atau muntah karena ia menyusu banyak. Dokter bilang, kalau muntah itu hoeeekkk ada tekanan di perut. Muntah banyak dan menyemprot. Kalau gumoh, mengalir. Aku yakin Aidan hanya gumoh, dan terjadi 2 kali pasca jatuh.

Selain gumoh, tidak ada gejala2 yang dokter sebutkan tadi.

Dokter pun menjelaskan,
"Saat ini, setelah saya periksa dan juga dari keterangan ibu, anak ibu belum wajib CT scan. Karena tidak ada tanda-tanda kegawatan itu. Tapi, tetap harus dipantau dalam 2x24 jam ke depan, kalau ada satu dari tanda-tanda yang saya sebutkan tadi, wajib CT scan. Karena dia masih sangat kecil, cedera dalam bentuk apapun harus diperhatikan dampaknya. Kalau dalam seminggu, dua minggu, dan terus ke depannya ada gejala-gejala tadi, harus dikaitkan dan diingat bahwa dia pernah jatuh. Tapi kemungkinan besar, kalau dalam 2x24 jam aman, insya Allah ke depannya pun aman."

Perasaanku campur aduk. Ada rasa lega, tapi juga masih takut dan waswas.

Aku tidak melepaskan Aidan dari dekapanku. Aku menangis tiap kali menyusui dan memandang matanya. Sambil menyusui, aku terus menggumamkan, "Allahu yahfazhka..." ya Allah tolong jaga Aidan... Selama 2 hari itu aku tidak masak, agak cuekin Ali, tidak meninggalkan Aidan dari pandangan. Aku betul-betul merasa bersalah. Seandainya aku bisa memutarbalikkan waktu.

Dan akhirnya, masa 2x24 jam terlewati tanpa ada gejala apapun yang patut dikhawatirkan. Aidan terlihat ceria, mengoceh, menyusu banyak, responnya baik, dan tidak sekalipun rewel atau demam. Ya Allah, terima kasih sudah jaga Aidan... aku masih sering nangis. Haru, lega.

Sampai kini, alhamdulillah hal-hal yang kami takutkan tidak terjadi. Aidan genap 4 bulan, ia tumbuh sehat dan ceria. Meskipun aku masih suka parno kalau ia nangis sampai sesenggukan. Aku masih takut juga. Aku sampe nontonin video "infant seizures" di yutub. Alhamdulillah sesenggukannya Aidan nggak sampai seperti itu.

Setiap kali menyusui, aku mengelus kepalanya sambil berdoa,
"Ya Allah, jadikanlah ASI-ku ini menyembuhkan apa yang sakit, memperbaiki apa yang rusak, mengisi apa yang kosong, menyempurnakan apa-apa yang belum sempurna. Jadikan ASI-ku ini tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menenangkan, menyembuhkan, dan atas izinmu, mensholihkan Aidan Dirman Hafa, bi barokati ummil Qur'an..." lalu lanjut kubacakan fatihah dan bbrp penggalan ayat Al Baqoroh sampai dia tertidur.

Apalah kita, hanya ibu muda minim pengetahuan, minim pengalaman mengurus anak. Saat anak-anak kita tumbuh besar dan sehat, bukan berarti kita yang hebat. Adalah Allah yang menjaga mereka setiap saat. Maka sebagai ibu, selayaknya kita terus-menerus meminta pertolongan Allah, memohon penjagaan-Nya, dari segala marabahaya, dari segala kealpaan dan kekhilafan kita sebagai ibu, sebagai manusia biasa. Kejadian jatuhnya Aidan benar-benar membuatku tersentak, betapa sedikit  kekhilafan bisa saja berakibat fatal. Bayi ubun-ubunnya masih kedut-kedut, tengkorak belum nutup, jatuh dari ranjang. Itu bahaya banget sebenernya, artikel hasil gugling juga rata-rata bikin parno.

Alhamdulillah, atas penjagaan Allah, Aidan-ku melewati peristiwa itu, hingga kini sehat tiada kurang suatu apapun. Tidak ada yang bisa kubanggakan dari diriku. Semuanya berkat kuasa Allah, yang entah bagaimana caranya, di luar kemampuan manusia, melindungi Aidan, menjaganya sampai sekarang. Sungguh segalanya kuasa Allah. Hasbunallah wa ni'mal wakil... ni'mal mawla wa ni'mannashir...

***

Komentar

Baca juga...

Menuju Kelimutu, Perjalanan Penuh Liku

Benda-benda Kesayanganku...

Gunung Kunci, Benteng Kokoh di Balik Bukit

Teknik Penulisan Berita Langsung dan Berita Khas

Jejak Pancasila di Bawah Pohon Sukun