Sop Paniki
Enam tahun yang lalu, saya dan keluarga berwisata ke Manado, Sulawesi Utara. Bukan hanya berwisata ke tempat-tempat indah seperti Danau Tondano dan Taman Laut Bunaken, kami juga gemar berwisata kuliner. Kami mencoba berbagai makanan khas Manado seperti bubur Manado, ikan cakalang, dodol gula aren, dan banyak lagi makanan yang belum pernah kami coba sebelumnya.
Hingga suatu hari kami melihat sebuah warung makan yang tidak terlalu besar namun sangat ramai pengunjungnya. Di depannya tertulis huruf besar-besar: “SEDIA SOP PANIKI”. Dan memang ternyata menu favorit disana adalah “Sop Paniki” tersebut. Dalam pikiran kami, jika pengunjungnya ramai, makanan disana pasti harganya terjangkau dan enak, khususnya “Sop Paniki” tadi, si menu favorit. Wah, kami semakin penasaran saja, seperti apa ya kira-kira “Sop Paniki” ini?
Dari luar, sudah tercium harum masakan yang menggoda selera, seperti aroma daging asap yang lezat. Karena penasaran, kami pun memutuskan untuk makan di warung ini. Kami baru akan masuk ketika saya iseng-iseng mengintip ke dapurnya (yang memang agak terbuka), dan saya melihat banyak kelelawar besar –beserta sayapnya- digantung di atas tungku api, dan beberapa warnanya sudah menjadi kemerahan setengah matang.
Astaga….ternyata inilah sumber aroma daging asap yang lezat itu! Wah, jangan-jangan “paniki” itu…..kelelawar! Berarti sop paniki itu adalah sop kelelawar?! Oh, tentu saja saya tidak mau makan kelelawar! Saya segera memberitahukan hal itu kepada ayah, beliau pun langsung menanyakan kepada pelayan disitu, apa benar “paniki” itu berarti kelelawar? Ia lalu membenarkan bahwa “paniki” dalam bahasa Manado berarti kelelawar. Nafsu makan kami lenyap seketika. Sejak itulah, kami lebih berhati-hati sebelum membeli makanan, khususnya di daerah yang bahasa dan kebudayaannya berbeda dengan kami orang Jawa.
Komentar
Posting Komentar