Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2009

Membangun Indonesia dengan Kemerdekaan Pers

Indonesia adalah salah satu negara yang terbilang unik, di mana konsep kebangsaannya dibangun di atas tradisi cetak, alias dunia pers dan surat kabar. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar founding fathers kita adalah para penulis handal. Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Rasuna Said, Dr. Soetomo, dan tokoh bangsa lain, juga menjadi pemimpin surat kabar. Surat kabar dan pers ini digunakan untuk menyampaikan ide-ide mereka tentang kemerdekaan dan pembelaan terhadap rakyat yang ditindas pemerintahan kolonial. Sejak dulu, efektivitas pers sebagai alat propaganda memang sudah tidak diragukan lagi. Tentu kita tahu propaganda yang dilakukan PKI (Partai Komunis Indonesia) lewat salah satu majalahnya, Lekra yang laku keras saat itu. Tapi tentu saja bukan hanya PKI yang punya media. Salah satunya adalah “Soenda Berita”, sebuah surat kabar yang didirikan, dibiayai, dipertahankan oleh seorang pribumi, Tirtoadhisoerjo. Kemudian banyak bermunculan ide pergerakan kebangsaan yang disalurkan melalui t...

Si Mbah

Gambar
Nenek saya namanya Siti Hamidah. Semua orang memanggilnya dengan sebutan Mbah. Mbah itu satu-satunya grandparent saya, karena mbah-mbah yang lain udah pada meninggal. Bahkan saya tidak terlalu mengenal mbah-mbah yang lain (bapaknya Bapak dan kedua orang tuanya Ibu), sebab mereka meninggal saat saya masih sangat kecil. Nggak heran kalau saya sayaaaang banget sama Mbah Midah ini ^.^ Mbah saya ini orang Madura asli. Kata Bapak, Mbah keturunannya Raja Madura dulu. Makanya kulit Mbah putih, nggak kayak orang Madura lain yang cenderung gelap. Mbah saya juga tingkah lakunya kayak ningrat banget, rapi, jalannya anggun, kalo makan pake table manner, ya tipe-tipe perempuan Jawa rumahan. Tapi kalo soal gaya ngomong sih, sama aja kayak orang Madura umumnya, blak-blakan, rada galak, tapi lucu, hehehe. Mbah saya nih gaul dah orangnya, nggak kolot gitu. Suka bercanda sama cucu-cucunya. Walaupun umurnya udah lebih dari 80 tahun, alhamdulillah sampe sekarang Mbah masih sehat. Nggak ada penyakit serius....

Senyuman untuk Petugas Gerbang Tol

Pernahkah kamu membayangkan bagaimana rasanya duduk berjam-jam di dalam sebuah ruangan yang sempit, di tengah deru kendaraan, sendirian? Pasti gerah, bosan, pegel, pusing kepala... ya, siapa yang tak pernah lewat jalan tol? Siapa yang tak pernah bayar atau ambil karcis di gerbangnya? Kita semua pasti sudah ribuan kali melakukan hal itu. Lewat gerbang tol, berhenti untuk bayar atau ambil karcis dari petugas, dan wusss... ngebut lagi. Pernahkah kita menyadari, setidaknya, bahwa ada seorang petugas, seorang manusia di sana, di dalam loket kecil itu? Bahwa yang memberikan tiket itu adalah seseorang seperti kita yang punya wajah, perasaan, dan perut? Sepertinya tak semua orang menyadari. Tapi Bapak saya berbeda. Salah satu yang saya sukai darinya adalah tentang hal-hal kecil yang ia lakukan, namun besar maknanya bagi orang lain. Seperti juga hal kecil yang selalu ia lakukan kepada para petugas pintu gerbang tol: tersenyum dan menyapa. Setiap melewati pintu gerbang tol, Bapak dengan wajah da...