Pendakian Guntur Selow Ceria (Tapi Kemalingan)
“Ke Gunung Guntur Garut? Serius
lo?”
Begitu respon orang saat kubilang,
aku mau ke sana akhir pekan ini. Katanya trek-nya gila, dan
bener-bener bukan buat pelesir. Padahal saat itu aku, Kak Noni, dan
Mbak Aini sebagai pendaki pemula niatnya cuma mau refreshing ngeliat yang ijo-ijo.
Kami janjian di Pasar Rebo jam 10
malam. Sengaja ambil bus terakhir menuju Garut supaya sampe sana
subuh. Kami pun berkenalan dengan Hendra, Bimo, dan Zaki. Aku juga
ngajak sahabatku Yusuf. Hampir semuanya baru kenalan, tapi begitulah
sesama pendaki bersaudara.
Karena ada macet panjang di
Rancaekek, kami baru tiba di Garut pukul 5.30 pagi. Langsung menuju
kosan Kang Maman, yang akan jadi guide kami ke Guntur. Setelah mandi,
belanja, dan re-packing, kami pun siap berangkat. Kami naik angkot
dari terminal Guntur sampai Tanjung, lalu numpang truk pasir sampai
atas.
dikocok-kocok di truk |
sempet-sempetin pose di atas truk |
Eaaa.. belum apa-apa udah kotor aja
naik truk pasir. Jalan menuju ke atas edun euy, banyak lubang, sempit,
tikungan tajam, kadang berbatu besar kadang licin berpasir.
Dikocok-kocok lah kami di dalam bak truk. Sesekali harus berhenti dan
turun karena medan yang sulit. Kudos lah buat pak sopirnya!
Sampailah kami di penambangan pasir.
Harusnya sih pemandangan di sini indah, tetapi apa yang kami saksikan
sungguh miris. Kaki Gunung Guntur ini jadi semacam TPA, sampah
berserak di mana-mana. Mulai dari plastik, pampers, sepatu, bahkan
sofa dan kasur dibuang ke atas sini. Kemungkinan besar truk-truk itu
bawa sampah dari bawah. Pemkot Garut, atau Pemda Jabar sekalian,
tolong diperhatikan perilaku masyarakat sini. Garut nggak punya TPA
apa yah? Parah banget. Nggak beda dengan orang Jakarta yang buang
sampah ke kali, orang sini buang sampah ke gunung.
banyak sampah, sedih... :( |
pemandangan pertama |
Cuaca mendung saat kami mulai
mendaki. Bagus lah, jadi nggak terlalu panas. Setelah 1 jam berjalan,
kami ketemu dengan sumber air dari Curug Citiis. Cuma ini sumber air
di Gunung Guntur, jadi penuh-penuhin lah jerigen kalian. Dan ini
masih di bawah bray, jadi siap-siap bawa full tank sampe puncak. Lalu
dihemat sampe besok. Itulah salah satu tantangan Guntur.
Setelah melewati hutan basah yang
cukup lebat, kami mulai masuk padang savanna. Medannya didominasi
rumput-rumput tinggi yang cukup rapat. Kira-kira pukul 13 kami
menemukan tempat landai, dan memutuskan istirahat sejenak sambil
solat.
Hujan makin lama makin deras.
Semakin ke atas, pohon makin sedikit. Yang ada hanyalah padang
savanna menguning, yang kalau musim panas pasti ini panas banget.
Bebatuan dan kerikil kecil semakin memberatkan langkah kami di
kemiringan yang mencapai 75 derajat. Aslina! Ngeri liat ke bawah.
Kami harus ekstra hati-hati memilih pijakan di tengah
hujan. Kang Maman menyiapkan webbing untuk membantu kami cewek-cewek
ini. naik gunung solat jangan bolong bro... |
Betul kata orang, trek Guntur ini
sungguh menantang. Menguras fisik dan mental. Untungnya tim kami
woles dengan ritme perjalanan yang bagus. Ceria sambil ketawa-ketiwi, kocak banget abang-abang ini. Banyak berhenti istirahat
tapi nggak terlalu lama. Konstan seperti itu. Kang Maman berkali-kali
mengingatkan, kita harus sampe puncak sebelum gelap. Nggak aman
nge-camp di bawah karena banyak maling. Emm... aku belum pernah dengar sih sebelumnya, kalau ada maling di gunung. Asa niat pisan.
tuh medannya! ngeliatnya aja udah menguras mental! |
Mbak Aini, cheese (^__^)v |
Semakin ke atas, hujan semakin
deras. Jaket anti badaiku ngga mempan, meresap ke dalam kaos, dingin banget. Dengkul udah mau copot. Meski tertinggal jauh
di belakang, aku masih kekeuh bawa ranselku sendiri, sementara mbak
Aini dan kak Noni udah melenggang ranselnya dibawain sama cowok-cowok
itu.
Lama-lama aku nggak bisa lagi
berdiri di atas dua kaki. Aku merayap, memanjat tanpa lihat ke depan.
Aku nggak mau melihat trek yang bisa bikin mentalku drop, aku konsen
sama pijakanku. Sampai akhirnya… kakiku lemas, kepalaku
berkunang-kunang, pandanganku kabur, dan bruk! Aku jatuh terguling
hingga beberapa meter ke bawah.
Aku nggak pingsan, tapi tadi aku
seperti “kosong” 3 detik sebelum akhirnya
jatuh. Lalu aku nangis… huhu… jalannya susah banget TT___TT
kerikil dan pasir membuat licin, nggak ada pohon, cuma berpegangan
sama rumput… kelihatan pula jarak jauh jalannya TT___TT huaaaa kaangg…
Yusuf yang dari awal menemani di belakangku nggak bisa berkompromi lagi,
dia bawa ranselku dan menyuruhku jalan duluan. Ahh… much better.
Ayo Ken, semangat! Jangan kalah sama Mbak Aini dan Kak Noni! Puncak
sedikit lagi!
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga puncak! Hosh.. hosh..
Begitu aku sampe, tenda udah rapih, dan air panas sedang dimasak. Ya
sayyidi ya Rosululloh… aku, Mbak Aini dan Kak Noni langsung
tersungkur di dalam tenda. Saat itu sudah pukul 17.30, nunggu
maghrib. Kami membutuhkan waktu hampir 6 jam untuk sampai puncak bayangan Gunung Guntur yang tingginya "cuma" 2.249 mdpl. Kebayang?
Wussss… angin berhembus. Anjriiiiiittt dingin bangeeeeettt… Yaiyalah, puncak gitu loh! Ampun Tuhaaaannn…
Kalau lagi mendaki gini mah, perempuan selalu jadi ratu. Sementara kami bertiga tepar di dalam tenda, mereka beresin barang, bikinin kami susu jahe dan nyiapin makanan. Ahh… sungguh…
Wussss… angin berhembus. Anjriiiiiittt dingin bangeeeeettt… Yaiyalah, puncak gitu loh! Ampun Tuhaaaannn…
Kalau lagi mendaki gini mah, perempuan selalu jadi ratu. Sementara kami bertiga tepar di dalam tenda, mereka beresin barang, bikinin kami susu jahe dan nyiapin makanan. Ahh… sungguh…
Malam itu kami lalui dengan penuh
kehangatan. Kami bertiga meringkuk hangat berselimut sleeping bag,
sambil nontonin cowok-cowok itu masak dan ngebanyol dari dalam tenda.
Sakit perut antara lapar sama pegel ketawa. Kayak nonton OVJ! Dan
nggak nyangka juga, ternyata mereka bawa bekal makanan banyak banget.
Mulailah mereka bereksperimen. Kentang, mendoan, pempek,
ikan, bala-bala jamur, semuanya digaremin, digoreng, cocol sambel.
Derrr!!. Mantap. Kami ngga masak nasi karena persediaan air
minim.
Tenda cuma ada satu, buat kami
bertiga dan tas-tas. Para cowok itu tidur di luar. Yang bawa sleeping
bag cuma Yusuf, lainnya pake sarung. Gila emang. Orang gila semua.
Bermalam di puncak gunung, musim hujan, dan ngga bawa sleeping bag.
Kudos.
ngintip Kota Garut dari balik awan |
Pukul 5 pagi aku terbangun, karena
merasakan angin dingin berhembus. Wait... apaan tuh? Ada sobekan
sepanjang 20cm di pojok tenda, tepat sebelah kepala Mbak Aini. Mbak
Aini juga terbangun, dia nyari kacamata dan tas kameranya. Kacamata
ketemu, tas kamera enggak. Kami belum berpikir aneh-aneh. Tenda robek
kupikir mungkin karena angin. Aku membereskan tumpukan ransel,
melipat sleeping bag, biasanya tas kamera nyelip-nyelip.
Kang
Maman terbangun mendengar
kesibukan kami. "Nyari apa Mbak?" Tas kamera... "Si
Any*ng...!!" (???) kenapa Kang Maman??? "Sumpah aing
semalem ngadenge misting jatoh, trus bunyi cek..cek..cek.. kayak
yang lagi ngerobek sesuatu tapi aing teu bisa bangun...!
*&^@%$&## (baca: umpatan-umpatan bahasa Sunda Kang Maman yang
tak bisa diterjemahkan)
Aku dan Mbak Aini masih husnuzhonsambil tetep beres-beres, ah mungkin cuma nyelip. Kang Maman udah
panik. Lalu Bimo bilang, "Semalem inget nggak, jam 1-an ada bau
aneh, bau apaan... trus ngga lama setelah itu kita pada ngantuk..
padahal sebelumnya udah niat mau ngeronda.. iya gue juga bener-bener pules ngga bisa bangun.." Anjir beneerr ieu
mah, maling!
Okei,
setelah bongkar semua, kami pun memastikan bahwa tas kamera itu
benar-benar raib. Isinya lumayan, Canon D1100, ponsel Samsung, powerbank, dompet,
dan ATM. Mbak Aini terlihat cukup santai, dia langsung nelepon bank
untuk blokir ATM. Katanya, "Mungkin aku mau dapet sesuatu yang lebih
daripada ini, hehehe..."
Kang
Maman yang keselnya nggak ilang-ilang. Dia bilang, dari 4 kali dia naik
Guntur, baru ini kejadian maling di puncak. Makanya dia shock. Niat banget anjiss, trek kayak gitu... ckckck...
Pas
lagi beres-beres, ada pendaki lain yang turun. Dia cerita, orang
sebelahnya kehilangan kerir 80 L seisi-isinya! Sama, dengan kondisi
tenda disobek. Apa-apaan! Gila banget. Pendaki dari Jakarta ini cerita,
semalam dia bangun-bangun ada 2 orang asing di dalam tendanya. Pas
ditanya, 2 orang itu ngaku pendaki yang kedinginan, karena tenda mereka frame-nya rusak (???) bingung kan. Masa iya selancang itu masuk-masuk tenda orang.
Udah
gitu yang cerita ini polos banget lagih. Dia ngga curiga sama sekali.
"Anjiss eta maling ai maneeeehhh...!" Kang Maman emosi. Dasar orang
Jakarta... teu ngartieun... cenah. Untung barang-barang mereka ngga ada
yang hilang. Mungkin karena mereka keburu bangun, atau mungkin juga
karena mereka emang ngga punya apa-apa, hahaha... Tapi itu bukti bahwa
maling sini udah nekat banget sampe masuk tenda.
Kang
Maman cerita, beberapa minggu yang lalu bahkan ada pendaki yang turun
cuma pake kolor. Dia ditodong pake golok. Nauzubillah. Tapi kejadian di
puncak benar-benar baru kali ini.
Ya
sudahlah, kami ikhlaskan saja. Sebelum turun, sarapan dulu kali yaa.
Mbak Aini tetap ceria bikinin kami oseng kembang kol dan jamur.
selama di gunung makan sehat banget |
suka foto ini, pada ketawa :D |
Kang Maman.. aku suka juga foto ini *eh :p |
kalau turun, pemandangannya menyenangkan :D |
million dollar view |
teler di tengah jalan |
Sesampainya di bawah, Mbak Aini langsung mendatangi rumah RW setempat untuk melaporkan kasus kehilangannya. And you know what... laporan kehilangan yang terakhir masuk adalah tahun 2010! Bu RW bilang, kabar pendaki kemalingan itu sudah sering terdengar tetapi nggak pernah ada yang melapor sehingga dia nggak bisa mendata. Too bad!
Walaupun bukan termasuk kawasan taman nasional, sebelum mendaki Gunung Guntur sebenarnya tetap harus melapor. Hanya saja, pos pendaftarannya ada di bawah, jauh sebelum penambangan pasir. Sedangkan kebanyakan pendaki biasanya menumpang truk pasir sampai ke atas. Mbak Aini titip pesan ke Bu RW agar menyediakan pos pendaftaran yang tak jauh dari tambang pasir, supaya semua yang naik tetap terdata. Karena kasus-kasus yang kami dengar dan alami sudah cukup parah sepertinya.
Si maling keenakan karena nggak pernah ada yang melapor, ia tetap leluasa melakukan aksinya. Pelajaran yah kawan, melapor itu penting, apalagi kaitannya dengan kasus kriminal. Walaupun barang kita yang hilang itu kecil kemungkinannya untuk kembali, yang penting ada data tertulis sehingga bisa jadi perhatian penting baik bagi aparat setempat, penduduk, maupun para pendaki.
Ternyata maling sekarang niat banget naik ke puncak gunung! Waspadalah, waspadalah, waspadalah!
Tim Guntur selow ceria yang membuat pendakian terasa sangat menyenangkan! |
lucu..asyik...pokoknya pengalaman tak terlupakan banget dah..
BalasHapusKeren! Tapi, pas ke sana aku belum pernah kehilangan..
BalasHapusJangan sampe atuh... makanya aku tulis buat pelajaran siapapun yang baca agar lebih berhati-hati...
BalasHapusInnalilahi..kabar buruk tentang guntur itu bener adanya ternyata.ya..ampuun pada tega bgt sih maling2 itu
BalasHapus