(Pindang) Palembang, Aku Datang!


Sebagai anak yang lahir dan besar di sebuah negara kepulauan terluas di dunia, salah satu misi hidupku adalah menjelajahi paling tidak 5 pulau terbesar negeri ini. Hingga di usiaku sekarang, aku sudah menginjakkan kaki di Pulau Jawa, Madura, Bali, Sulawesi, serta Pulau Timor dan Ende di NTT. Dan, hari ini aku akan ke Sumatera, yeaaayy...!! Berikutnya tinggal Kalimantan dan Papua (plus Maluku & NTB sebagai bonus) yang akan segera kita atur waktunya ^.^

Melihat cantiknya jembatan Ampera di malam hari sudah masuk bucket list aku sejak lama. Jadi ketika sebulan terakhir ini aku lagi mumet, yang ada di pikiranku cuma: Palembang Palembang Palembang. Aku memang belum punya cuti, tapi kukira 2 hari di akhir pekan cukuplah untuk city tour dan wisata kuliner, hehe... Cewek kalo lagi stres pengennya yang asem-asem pedes, jadi sepanjang hari aku memikirkan brengkes, pempek, pindang, sambel mangga, dan tekwan. Pindaaaaanggg... aku dataaaaanggg...!

Aku berangkat dari Jakarta pukul 7.30 pagi. Penerbangan ke Palembang akan ditempuh selama 1 jam. As always, aku minta duduk dekat jendela, supaya aku bisa melengkapi koleksi album jepretanku, “Indonesia from above”. Memotret Indonesia dari atas itu seru, kita bisa punya gambaran lansekap berbeda dari apa yang kita lihat di darat.

Cuaca pagi itu cukup cerah, tetapi apa yang kulihat di bawahku sungguh mencengangkan. Dari atas Lampung sampai sesaat sebelum mendarat di Palembang, yang tampak olehku hanyalah ribuan hektar lahan kotak-kotak yang pepohonannya berjejer rapi. Sawit dan karet :( seolah nggak habis-habis lahan perkebunan itu kulihat dari atas. Jadi hutanku pada ke mana? Itu ribuan hektar loh, jadi perkebunan semua. Terus orang utan, harimau, dan gajahku sekarang tinggal di mana? Sedih :(

ribuan hektar lahan perkebunan

 Waktu menunjukkan pukul 8.30 saat pesawatku landing di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin 2. Bermodalkan petunjuk arah, aku langsung menuju halte Trans Musi dan mengabaikan semua tawaran taksi dan ojek.

“Mau ke mana dek? Saya antar,”
Sejujurnya gue juga gatau mau ke mana, hahaha... “Ke Ampera bang,”
“Ya, dari Ampera mau ke mana?”

Huk! Ke mana ya, nggak tau? Hihi... I just want to get lost. Haduh, tapi ditanya melulu kesel juga. Saya harus jawab apa ya? Sepintas aku melihat tulisan di bus Punti Kayu trus aku bilang aja, “Punti Kayu”. Mungkin itu jauh kali ya, jadi mereka berhenti nawarin, hihi... Padahal aku juga gatau itu di mana o_0

Trans Musi

Setelah 20 menit menunggu di halte (aku satu-satunya cewek yang celingukan sendiri di halte itu), akhirnya Trans Musi datang juga. Kita harus membayar ongkos Rp4000 sekali jalan. Mizan, kawanku di Palembang bilang, dia akan tunggu di halte SMA 3. Tapi aku ketiduran pules di bus, baru bangun saat bus mencapai tempat pemberhentian terakhir, halte bus Integrasi tepat di bawah jembatan Ampera. Di situlah aku ketemu dengan Mizan kawan lamaku ini. Dia wartawan di Sumatera Express yang sudah kuminta jadi guide-ku selama di Palembang. Nggak ada yang lebih asik daripada di-guide sama wartawan yang sudah tahu daerah jajahannya, hihi. 

“Mau ke mana dulu?”
“LAPER.”
“Oke, yuk,”

Akhirnya kami langsung menuju tempat makan terenak di Palembang yang pernah dia liput. Pindang Haji Salim namanya. Beuuuhh.. itu rasa impianku jadi nyata. Pindang patin, brengkes tempoyak, ikan asap sama sambal mangga lengkap dengan aneka lalapan, semua tersaji cantik di atas meja. Lumayan untuk membangkitkan lagi nafsu makan dan berat badan yang sempat anjlok belakangan ini. 

Tapi maaf, saya khilaf kelaparan baru makan sepotong roti di pesawat, jadi gak sempet fotoin deh, udah keburu tancap gas. Aduh pokoknya ituuuu... >,< lemak-lemak di patinnya, trus kuah asam ada nanasnya, trus bumbu durian OMG OMG OMG khilaf! Semua gue yang ngabisin. Si Mizan cuma sempet makan semangkuk pindangnya. Aku ditelepon Bapak pas lagi makan, katanya "Cangkemmu iku lho badhokan thok!" Bae atuh Pak! Eh, udah makan paling banyak, gataunya gue dibayarin, hahaha... Dijamu euy. Jazakallah ya!

Burp! *bau duren* ahh tempoya... kenapa dirimu enak sekali... 

Setelah kenyang, kami solat zuhur dan istirahat sebentar di Masjid Agung Palembang. Masjid ini sudah dibangun sejak tahun 1724 Masehi, pada masa kejayaan Islam di Palembang. Saat itu Sultan Mahmud Badaruddin 2 yang berkuasa, di keraton Kuto Gawang. Memang kalau mau melihat arsitektur dan ukiran khas suatu daerah, lihatlah masjid agungnya.

Masjid Agung Palembang

Kota Palembang ini bersih dan cantik sekali, aku suka. Dari tahun 2007-2011 berturut-turut menang penghargaan Adipura. Bahkan pernah dinobatkan sebagai kota terbersih se-ASEAN pada 2008. Tetapi saat kemarin aku datang, satu-satunya hal yang malesin dari Palembang adalah banyaknya umbul-umbul, stiker, spanduk, dan baliho para calon gubernur Sumsel. Pilgub akan dilaksanakan Juni mendatang, jadi sekarang mereka lagi gencar-gencarnya kampanye. Ish, malesin! It’s like EVERYWHERE! 

Apalagi ini si calon incumbent Alex Noerdin, ya ampun eta beungeeeuuuutttt... di airport, di rumah sakit, di depan kantor pemerintahan, belum lagi umbul-umbulnya di sepanjang jalan dan di tepi sungai Musi, mengganggu pemandangan! Aku kan males kalo mau foto cantik tapi photobombed sama mukanya dia. Modusnya macem-macem, mengucapkan selamat datang lah, selamat menyambut festival seni lah, berobat jangan dipersulit-lah, bla bla bla... nyebelin! Itu pake duit siapa coba, pikir. Ya duitnya daerah lah, karena dia sok-sok melakukan itu atas nama Gubernur Sumsel kan. Duh, betapa mahal dan tidak sehatnya demokrasi negeriku ini. 

Huft.
itu konser musik dan umbul-umbul juga dalam rangka kampanye loh -__-"

Next, aku akan bercerita tentang kunjunganku melihat Al-Quran ukir kayu terbesar di dunia. Iya, masih dari Palembang! Stay tune!

Komentar

Posting Komentar

Baca juga...

Gunung Kunci, Benteng Kokoh di Balik Bukit

Menyusui Pasca Operasi Payudara

Kaleidoskop Indonesia 2008

Bahasa "Alay" di Kalangan Remaja

Si Cantik Asli Sumedang