Ali Ompong

Tahun 2020 datang bersamaan dengan hujan yang menderu-deru. Banjir yang datang tanpa peringatan, menyesakkan. Syukur alhamdulillah rumahku aman dari banjir. Namun, keluargaku tidak aman dari virus-virus yang menyebar di musim hujan.

Berawal dari Aidan yang sakit mata, plus demam dua hari dua malam. Lalu merembet ke aku, sakit matanya. Badan mulai ga enak tapi masih kuabaikan. Jumat pagi, si Ayah sakit ga masuk kerja. Seharian kian parah. Aku juga, tapi aku segera minum obat dan dikerok. Abis dikerok, aku ngerokin, hahaha... Yah mana ada istri/ibu bisa sakit dan istirahat...

Jumat malam suamiku ke dokter karena kian lemas, tapi ia meminta kami tidur di atas sementara ia tidur di kamar bawah sendirian. Aidan sudah membaik namun tidurnya masih gelisah. Suamiku pun mengerang-erang, mengigau, menggigil, demam sangat tinggi gak turun-turun. Aku bolak balik baik turun, tentu saja, mengompresnya, mengisi botol hangat, memberikannya minum... Naik lagi menyusui aidan dst. Dalam keadaan gak fit juga. 

Aku semakin drop tapi aku terus menerus minum parasetamol dan berbagai suplemen, makan banyak, karena aku tidak ada waktu untuk sakit. Ali mulai sakit mata juga, mulai anget, ya Allah... Alhamdulillah minggu pagi ibuku datang dari Pandeglang dan membantuku melewati hari, merawat anak-anak. Akupun sedikit bisa beristirahat. 

Suamiku kena infeksi virus aja, namun memang sampe drop banget karena belakangan dia memang kecapean, sering pulang malam. Ketika dokter bilang aku gejala tipes, aku gak kaget. Karena emang aku udah tau tanda2nya, bukan yang pertama. 

Syukurlah akhirnya semua bisa terlalui, selasa malam semua sudah normal. Aku kadang masih kliyengan kalo gendong Aidan kelamaan. Rabu pagi, suamiku berangkat ke Malang, bapak ibu ke Pandeglang. Aku sedang menyapu halaman sambil gendong Aidan ketika Ali tiba2 menyambar sepedanya hendak mengejar temannya. "Aliiiii... nakkkk pelan-pelaaann..." 

Belum mingkem mulut ini, GUBRAK! Mamaaaaa.......

Aku melihat Ali bangun dari jatuhnya,  menangis dengan mulut penuh darah. Ya Allah gustiii... Aku membopongnya dan mencuci tangan, mulut, tapi ia kesakitan. Ini darahnya banyak banget. Aku gak bisa lihat lukanya. Aku menuntunnya masuk kamar sambil menggendong Aidan. Sambil mencoba tetap tenang, aku mengambil es batu, kain, meminta Ali ngemut es batu sambil membersihkan darahnya. Tapi ia sangat kesakitan dan aku melihat gigi atasnya yang goyang. Aku meminta Ali boboan sambil pegang es batu yang dibungkus kain, aku bergegas nitip Aidan ke tetangga. 

Darahnya banyak sekali, aku gak bisa menyelesaikan ini sendiri, aku bahkan gak bisa melihat lukanya. Aku khawatir giginya patah.

Aku menggendongnya ke bidan terdekat, bu bidan pun membersihkan lukanya dan dengan seksama memperlihatkan darah yang masih keluar dari gigi atas. Bahkan akarnya udah nongol panjang. Itu kayak tinggal sentil langsung jatoh tuh gigi. Aku lemes sih. 

"Sebaiknya langsung ke dokter gigi nih bu, karena dia belum waktunya kan giginya tanggal. Takutnya patah, atau kena saraf, atau gimana... Mumpung masi berdarah tuh lukanya, jangan sampe keburu kering, nutup, eh nanti malem atau besok dibongkar lagi. Karena ini sakit banget bu. Coba ke puskesmas, jam segini mudah2n masih ada dokter giginya." Bidan tsb sempat memuji ketenangan sikapku, yang juga berefek ke sikap tenang dan koperatifnya Ali. Mbak bidan, ini bukan pertama kalinya tau, huhu...

Setibanya di puskesmas Gembor, satpam langsung menegurku, anaknya jatoh ya bu? Langsung masuk ruang tindakan aja bu. 

Alhamdulillah...

Di situ Ali langsung diperiksa semua, ditanya2, sementara adikku Niko ke pendaftaran. Benar aja, dokter gigi baru selesai praktek. Ia melihat gigi Ali, tak lama kembali dengan alat pencabut, dan ga pake tenaga ga pake usaha, copot lah tuh gigi. "Yah bu. Ini mah ya udah lah ya bu.. Udah copot semua.." Yaudah dok gimana lagi... Bahkan si Ali udah ga nangis ga berasa giginya dicabut. 

Dokternya bilang, 6 bulan lagi harus kontrol utk melihat apakah ada akar yg tertinggal atau gigi baru yang tumbuh. Tapi kayaknya sih akan baik-baik aja, katanya. Ali diberikan ibuprofen utk meringankan sakit dan bengkaknya. 

Seharian itu, Ali beraktivitas di kamar atas saja. Anak sepecicilan itu, kusuruh nonton TV, main game di HP, ntn yutub, baca buku, gambar, main di situ aja pokoknya. Aku juga berulang kali memijat badannya. Bahkan cuma turun untuk ke kamar mandi. Makannya bubur, puding, roti, susu, jus, dan kucekokin berbagai vitamin. Mulutnya kuoles terus dengan VCO. Alhamdulillah, di akhir hari kedua ini, lukanya telah kering dan bengkaknya mereda. Tapi, dia ompong, tentu saja. 

Masya Allah nak... Rasa hati Mama tuh inginnya kamu pake helm full face dari mulai bangun tidur ampe tidur lagi. Saking pecicilannya. Gak bisa apah bergerak pelan2. Mudah-mudahan kamu nanti gede jadi orang yang kuat yah, fisiknya, mentalnya. Tahan banting, resilient, seperti  ngeyelnya kamu saat ini. Semoga kamu jadi orang yang teguh pendirian, berani, bermanfaat bagi orang banyak. Robbi hab lii minassholihin. 

Sekali lagi aku diingatkan. Bahwa ketika anak2 sehat, ceria, menjalani hari seperti biasa, bukanlah berarti kita yang super dan hebat jadi ibu mereka. Melainkan karena Allah yang menjaga mereka. Apalah kita dengan segala keterbatasan, ya capek, ya lupa, ya bosen ngomel, sementara Allah yang mengatur segala sesuatu? 

Seandainya itu gigi Ali patahannya meleset sepersekian senti sehingga meninggalkan sisa akar di dalem, mungkin urusannya bakal lebih panjang. Dan seandainya seandainya yang lain yang tak berani kupikirkan. Allah Maha Baik, Allah Maha Menjaga.

Ya Allah jaga dan lindungilah anak-anakku dari segala kekhilafanku, kealpaanku, kelalaianku. Lindungilah mereka dari segala marabahaya yang tidak aku lihat dan tak sanggup aku cegah. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu 

Laaa ilaaha illa anta subhanaka innii kuntu minazzholimiiin..




Komentar

Baca juga...

Hijab, Jilbab, Kerudung, apapun namanya

Wied Harry Apriadji: Puasa itu Mengikuti Kesederhanaan Nabi

Menyusui Pasca Operasi Payudara

DNS Nawala, Pendekar Dunia Maya Indonesia

Merdeka dengan Hijab